Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Rakyat Riau, Sutan Nan Garang jo si Rantai Omeh

Sutan Nan Garang jo Si Rantai Omeh - Cerita Rakyat Riau

Anak Itu Bernama Sutan (Sutan Nan Garang)

Setelah berumah tangga selama dua puluh tahun, akhirnya keluarga itu memperoleh seorang anak. Anak tersebut seorang lelaki. Ia diberi nama Sutan yang biasa disebut Sutan Nan Garang. Sutan seorang anak yang cerdas. Pertumbuhan badan Sutan sangat cepat. Setelah menanjak dewasa, Sutan mulai belajar silat. Sutan mempunyai cita-cita sangat tinggi, sesuai dengan nama Sutan “Sultan”. Ia berwatak keras dan lebih menonjol dibandingkan kawan sebayanya.

“atinyo koreh, podapeknyo pantang dibanta, koondaknyo pantang dilarang… kemauannyo koreh pulo, apo sajo ndaak enyo nan lobiah. Kalau momanjek nak paling tenggi, kalau bamain salalu nak monang, tak amuah kalah saketek juo doh.”

“Hatinya keras, pendapatnya pantang dibantah, kehendaknya pantang dilarang… kemauannya keras pula, apa saja maunya dia yang lebih. Kalau memanjat mau yang paling tinggi, kalau bermain selalu mau menang, tidak mau kalah sedikit pun juga.”

Walau begitu terkadang berwatak rendah hati, terungkap pada teks :
“ambo nak baliek copek, bori ambo jalan. Ari lah potang nanti ambo tolambek baliek.” (Sutan Nan Garang, 33)

“saya mau pulang cepat, berilah saya jalan. Hari sudah petang nanti saya terlambat balik.”

Pada waktu lain, Sutan juga bertanggung jawab.
“mookanlah kami, abang jo uwo-uwo sakalian. Kami mangaku salah dek itu kami mintak moo banyak-banyak…. Jiko ambo salah ambo basodio manyalosein dengan apo juo…” (Sutan Nan Garang, 46)

“maafkanlah saya (kami : dengan arti sangat merendahkan diri di hadapan orang tua-tua), abang dan tetua sekalian. Saya mengaku salah, karena itu saya minta maaf sebanyak-banyaknya… jika saya salah saya bersedia menyelesaikan dengan cara apa saja…” (Sutan Nan Garang).

Pada suatu hari, Sutan menyampaikan kehendaknya kepada sang Ibu. Ia ingin makan puyu besar. Joran kail yang lama sudah rusak. Sutan berupaya mencari joran kail yang baru. Sutan berhasil mendapat joran kail tersebut di sebuah bukit yang menurut orang kampung meupakan bukit yang jarang ditempuh manusia.

Bertemu Penyamun

Sutan Nan Garang memberanikan diri. Ia tahu siapa dirinya. Ia seorang laki-laki, yang artinya tak boleh penakut. Hal ini dilakukan untuk melawan rasa takutnya sewaktu berada di hutan yang jarang ditempuh manusia tersebut.

Sutan berjalan menurut jalan setapak semakin masuk kehutan. Penat mendera kemudian ia pun beristirahat dengan menyandarkan diri pada sebuah batang pohon. Sutan terkejut dengan matanya yang berkunang-kunang ketika dihadapannya berdiri seorang berjanggut dan berpakaian serba putih. Sutan ketakutan. Orang itu berupaya menenangkan Sutan dan mengatakan bahwa Sutan telah masuk hutan yang penuh dengan hantu, setan dan binatang buas. Orang itu menyuruh Sutan pulang dan berhati-hati dalam perjalanan.

Dalam perjalanan pulang, Sutan merasa heran ketika ia banyak menemukan pohon bambu, padahal ketika ia pergi, tak menemukan pohon bambu tersebut. Ia cepat-cepat mengambil bambu tersebut untuk dijadikan joran kail dan meneruskan perjalanan pulangnya. Tiba-tiba Sutan dicegat oleh empat orang penyamun yang menakut-nakutinya. Sutan tidak gentar. Penyamun mulai menyerang Sutan yang dapat dihindarkan Sutan dengan baik. Sutan meminta dengan rendah hati agar diberi jalan untuk pulang. Alih-alih para penyamun menyerang Sutan, tetapi ternyata penyamun tidak dapat memukul Sutan, dan Sutan ternyata telah menghilang dari hadapan para penyamun.

Ibu Sutan dirumah gusar karena Sutan belum pulang sedangkan hari sudah senja. Kegusaran ibunya hilang ketika Sutan muncul kembali ke rumahnya.

Rantai Babi

Joran kail telah didapat, maka Sutan Nan Garang pergi memancing. Tapi sial, tak seekor ikan pun menyentuh kailnya. Sutan bermaksud hendak mandi di tepi Danau Buntar, tapi batal karena ada seekor babi besar mandi di tempat yang Sutan inginkan.

Babi yang mandi itu agak aneh, tak sama seperti babi lainnya. Sebelum turun ke air, babi itu meletakkan sebuah rantai di sebuah busut (onggokan tanah) yang ada cabang ranting kayu. Penasaran, Sutan mengambil rantai tersebut dengan joran kail yang dibawanya. Sutan pun pulang.

Sutan menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Tapi si ibu kurang senang dan menyuruh Sutan mengembalikan rantai babi tersebut. Sutan tidak bersedia mengembalikannya, dan pada malam harinya Sutan menelan rantai babi tersebut.

Berbuat Onar

Kini Sutan telah remaja dan namanya pun bertambah pula yaitu Sutan Nan Garang. Wajahnya menawan, hingga banyak gadis yang takjub padanya. Wajahnya yang menawan itu bahkan menyebabkan kerusuhan di kampung manakala orang perempuan selalu lupa diri jika melihat Sutan.

Keadaan ini menyebabkan orang kampung banyak yang benci kepada Sutan karena dianggap sumber kegaduhan. Anak-anak gadis saling bertengkar memperebutkan Sutan. Anak hanyut lepas dari gendongan ibu karena si ibu melihat Sutan. Betapa gaduhnya.

Pembicaraan Anak dan Ibu

Ibu Sutan mulai rusuh mendengar banyak hal tentang Sutan. Suatu malam ibu berbicara kepada Sutan. Isi pembicaraan itu ialah menyuruh Sutan berumah tangga. Sutan tidak segera menjawab, ia merasa belum saatnya untuk berumah tangga.

Sutan Nan Garang sangat mencintai kedua orang tuanya. Maka Sutan menurut kehendak orang tuanya agar ia segera berumah tangga. Sutan meminta waktu untuk mencari gadis yang sesuai dengan dirinya. Ibu berharap agar Sutan tidak lama mencari pilihan hatinya.

Memikat Balam

Hati Sutan Nan Garang makin rusuh dengan kejadian-kejadian yang dialami. Untuk mengisi waktu, ia pergi memikat atau menjerat burung balam. Ia pergi ke padang luas yang sunyi untuk memikat balam seorang diri. Sutan memiliki seekor balam pemikat yang akan menjadi umpan untuk memikat balam lainnya. Balam milik Sutan mampu memanggil balam lainnya yang sedang berkeliaran di hutan sekitar padang.

Setelah Sutan berhasil memikat beberapa ekor balam, perasaan Sutan menjadi lain. Ia bertanya dalam hati, mengapa ia harus memikat balam, sedangkan balam adalah juga makhluk Tuhan, balam juga ingin bebas. Akhirnya Sutan melepas balam yang telah dijeratnya.

Bertemu Si Rantai Omeh

Kegundahan hati Sutan Nan Garang belum juga usai, sulit menentukan bakal jadi istrinya. Kemudian ia bermaksud menjumpai seorang temannya di ujung kampung. Dalam perjalanan itu ia bertemu dengan anak-anak gadis menjemur padi. Hati Sutan menjadi rapuh ketika berhadapan dengan seorang gadis yang cantik dan menawan hati Sutan.

Sesampai dirumah temannya, Sutan menceritakan hal itu dan bermaksud menjumpai gadis itu sewaktu pulang nanti dari rumah temannya. Maksud hati Sutan tidak kesampaian, karena anak gadis itu tak dijumpainya sewaktu perjalanan pulang.

Bertunangan

Perjumpaan pertama dengan gadis membuat hati Sutan Nan Garang gelisah. Ia sangat ingin berjumpa. Perjalanan menuju Desa Pulau Ingu membawa berkat. Sutan kembali bersua dengan gadis idamannya. Perjumpaan itu menautkan kedua hati, melalui pantun mereka berkenalan dan menjalin persahabatan.

Sutan pun dapat menjawab keinginan orang tuanya agar ia cepat berumah tangga. Ia memberitahu ibunya bahwa gadis itu bernama Rantai Omeh. Sutan meminta orang tuanya untuk melamar Rantai Omeh dan lamarannya pun tidak ditolak. Mereka pun bertunangan dan 6 bulan kemudian mereka akan dinikahkan.

Amuk Babi

Ada dua kelompok orang kampung, yaitu yang senang kepada Sutan Nan Garang dan yang tidak senang padanya. Masalah babi yang memakan tanaman masyarakat Pangean menjadi suatu masalah pula. Amukan babi memang luar biasa dan bisa memporak-porandakan kampung. Kini bukan hanya tanaman yang dirusak dan dimakan babi, bahkan banyak manusia yang diserang oleh babi.

Untuk mengatasi serangan babi, orang kampung berusaha membuat benteng. Upaya ini tidak cukup berhasil. Babi terus mengamuk. Sutan menjadi dituduh sebagai sumber malapetaka karena telah mengambil rantai babi. Tuduhan ini sulit dibuktikan. Orang kampung semakin benci kepada Sutan.

Mimpi Buruk

Sutan bermimpi tentang memikat balam, balam yang terjerat kemudian terlepas dari tangannya. Mimpi itu menjadi firasat bagi Sutan. Ibunya menenangkan bahwa mimpi hanyalah bunga tidur.

Firasat Sutan Nan Garang diperkuat ketika Sutan hendak pergi menjumpai Si Rantai Omeh. Dalam perjalanan ia bertemu dengan babi yang pernah dijumpainya ketika ingin mandi di Danau Buntar. Kelihatan babi tersebut memiliki rasa dendam kepada Sutan.

Menjumpai Tunangan

Rantai Omeh sedang merindu dendam agar bisa bertemu Sutan. Kampung yang berbeda menyebabkan mereka terpisah. Rantai Omeh sering termenung memikirkan Sutan. Sedangkan Sutan sedang berusaha untuk bertemu Rantai Omeh.

Ketika keduanya bertemu, Sutan bercerita tentang kampung Pangean. Pertemuan itu menjadi obat rindu bagi Rantai Omeh. Tapi Sutan minta izin untuk merantau dengan menyampaikan alasan yang tepat sehingga Rantai Omeh tak dapat melarangnya. Hati Rantai Omeh menjadi sedih kembali.

Hari-hari Berdarah

Orang kampung sepakat agar Sutan lah yang harus membunuh babi yang sedang mengamuk tersebut. Sutan memenuhi permintaan itu karena ia tahu takkan mungkin mengelak dari permintaan itu dan sekaligus membuktikan tanggung jawab dan kejantanannya.

Esok harinya, orang kampung telah hadir di gelanggang bersama babi besar yang telah mereka tangkap sebelumnya. Sebelum pergi ke gelanggang, Sutan meminta izin dan maaf kepada ibunya. Sutan menunjukkan rasa tanggung jawabnya.

Orang memberi jalan kepada Sutan Nan Garang untuk memasuki gelanggang. Pertarungan akan dimulai. Kedua makhluk yang berbeda itu sama-sama memiliki kelebihan. Mereka bertarung dengan segala kekuatan. Sebuah pertarungan yang sangat dahsyat. Saling terkam. Saling terjang. Saling sepak. Silih berganti. Mendekati puncak pertarungan kelihatan kedua makhluk itu makin lemah. Babi besar kelihatan sangat letih, tapi anehnya ia tetap berupaya membunuh lawannya, Sutan.

Setelah melalui pertarungan yang panjang dan dahsyat, keduanya roboh. Sutan terkena taring babi dan menyebabkan ia tiada berdaya. Ibu Sutan memasuki gelanggang merangkul Sutan sebelum menghembuskan nafas penghabisan. Pertarungan usai dan gelanggang menjadi sepi.

Resensi Cerita Rakyat Riau : Sutan Nan Garang jo si Rantai Omeh

Dalam cerita Sutan Nan Garang jo Si Rantai Omeh disampaikan tentang mata pencaharian penduduk Kuantan yaitu sebagai petani yang menuntut lahan yang subur dengan sungai, ikan dan keindahan alam. Cerita ini menampilkan kebiasaanm hidup pemuda di Desa Pangean Kuantan yang harus menguasai ilmu silat Pangean sebagai ilmu silat yang diwariskan dari leluhur mereka dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka.

Penyajian sifat gotong royong yang merupakan sifat umum masyarakat di Indonesia kelihatan dengan jelas. Masyarakat bergotong royong menghadapi musuh, membangun “pagaran kodok”, bangunan, jalan dan sebagainya. Semua orang bahu-membahu menyelesaikannya ditambah pula sifat-sifat kearifan seorang pemimpin, sifat yang dimiliki masyarakat Pangean.

Penggambaran tentang tradisi percaya akan kekuatan gaib juga disampaikan dalam cerita rakyat ini. Pada hakekatnya masyarakat masih percaya akan kekuatan magis, hantu, jin, jembalang, benda, keris, tombak, maupun parang, yang bisa merusak iman.

Rantai Babi, itulah benda magis berkekuatan magis yang menjadi sumber malapetaka dalam cerita rakyat Sutan Nan Garang jo Si Rantai Omeh. Masyarakat masih percaya akan hal itu, terlepas dari orang Pangean atau tidak. Rantai Babi adalah rantai yang dimiliki oleh Raja Babi yang akan dilepaskannya untuk sementara jika Raja Babi tersebut akan berkubang di tengah lumpur. Ketika rantai itu dilepas, maka orang yang menemukannya akan memiliki kekuatan maha dahsyat.

Hal magis tersebut tak lepas dari takdir mimpi. Demikian juga halnya dengan kekuatan magis yang dimiliki oleh dukun yang masih dirasa penting oleh masyarakat. Orang selalu meminta bantuan dukun jika mendapat halangan atau untuk menyampaikan suatu hajat. Dukun yang memiliki kekuatan sakti akan mendapat kedudukan tersendiri.

Dukun pun berperan dalam pacu jalur yang menjadi tradisi masyarakat setempat. Pacu jalur tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan orang Rantau Kuantan. Untuk memenangkan suatu pacu jalur, dukun berperan dari awal memilih dan menebang pohon untuk jalur, membuat jalur, berlomba/berpacu sampai pada tahap peyimpanan serta pemeliharaan jalur.

Selain itu, dalam cerita Sutan nan Garang, ada hal yang disampaikan yaitu sifat tanggung jawab, kehidupan masyarakat yang menyatu dengan alam. Sutan nan Garang adalah sosok manusia yang bertanggung jawab. Ia tahu malapetaka alam yang menimpa desanya adalah karena ulah dirinya. Ia rela meninggalkan apa saja yang dipunyainya, dicintainya, orang tuanya agar ia dapat bertarung membela kebenaran dan membuktikan tanggung jawabnya.

Artikel Cerita Rakyat Riau : Sutan Nan Garang jo Si Rantai Omeh ini dipublikasi ulang dari Riaumagz versi 1.0 pada tanggal 30 November 2012

Sumber Cerita Rakyat Riau Sutan Nan Garang jo Si Rantai Omeh
(Cerita Rakyat Daerah Kuantan – Indragiri Hulu - Riau)
Ruswan
Sy. Bahri Judin
Ediruslan Pe Amanriza
Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Riau
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Riau
1993/1994

Sumber Foto Ilustrasi diperbaharui : Pixabay / Sasint