Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahasa Tansi Sawahlunto, Bahasa Ke-empat yang ada di Sumatera Barat dari Orang Rantai

Koeliebarakken van de steenkolenmijn Ombilin te Sawahloento
Barak kuli tambang batubara Ombilin di Sawahloento
Foto karya : Nieuwenhuis, C. (circa 1890)
Digital Collections of Leiden University Libraries
KITLV 84848

RiauMagz.com - Setiap tahunnya pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan sejumlah Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang berasal dari berbagai provinsi di seluruh Indonesia. Tahun 2018 lalu, sebanyak 225 warisan budaya ditetapkan melalui surat keputusan resmi yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Penetapan WBTB Indonesia tahun 2018 ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 264/M/ 2018 tentang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2018. Adapun warisan budaya tak benda tersebut mencakup berbagai jenis budaya, antara lain:
  1. Ekspresi lisan,
  2. Seni pertunjukan,
  3. Adat istiadat masyarakat,
  4. Ritual,
  5. Perayaan,
  6. Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta,
  7. Kemahiran kerajinan tradisional.

Tahun 2018, jumlah WBTB terbanyak dicatat oleh Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sebanyak 27 budaya. Lalu disusul oleh Sulawesi Selatan sebanyak 21 budaya, Jawa Tengah 17, Jawa Barat 16, dan Riau 14.

Ada sebanyak 225 WBTB yang ditetapkan oleh pemerintah tahun 2018. Salah satu di antaranya adalah bahasa Tansi dari Sumatera Barat. Bahasa Tansi menjadi satu-satunya WBTB Sumatera Barat yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia pada tahun 2018 tersebut. Artikel ini akan membahas tentang bahasa yang lahir di daerah Sawah Lunto, Sumatera Barat tersebut.

Mengenal Bahasa Tansi Sawah Lunto

Tak sebanyak provinsi lainnya, di tahun 2018 Provinsi Sumatera Barat hanya mencatatkan bahasa Tansi di Sawah Lunto sebagai WBTB.

Bahasa Tansi adalah merupakan bahasa yang digunakan oleh kalangan buruh tambang yang ada di daerah Sawah Lunto, Sumatera Barat pada masa kolonial Belanda. Bahasa ini merupakan bahasa kreol yang diciptakan para buruh sejak kawasan ini menjadi penambangan modern. Sebagian orang menyebut Bahasa Tansi dengan nama lain sebagai Bahasa Slunto (bahasa yang digunakan orang Sawahlunto).

Kata Tansi pun merupakan perubahan dari penyebutan TANGSI. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tangsi diartikan sebagai asrama baik yang digunakan tentara ataupun polisi). Dalam artian lain, tangsi diartikan sebagai barak, dan arti lainnya lagi adalah penjara. Sedangkan Tansi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tali yang dilumas dengan lilin dan biasanya digunakan untuk tali pancing dan penggunaan lainnya.

Tansi yang dimaksud dalam Bahasa Tansi adalah tangsi dalam artian barak tempat pekerja atau buruh penambangan batu bara Ombilin. Selain itu dapat juga diartikan bahwa buruh pekerja yang didatangkan ke penambangan batu bara ini adalah narapidana Belanda dari berbagai penjara di daerah Hindia Belanda lainnya saat itu.

Para narapidana yang awalnya dibawa dari penjara Muaro Padang, digantikan oleh para narapidana dari Penjara Batavia dan beberapa penjara lainnya. Agar para narapidana ini tidak lari, seperti para narapidana asal Muaro Padang yang sering melarikan diri, maka para narapidana yang datang dari daerah lain akan dirantai kaki, tangan dan leher agar tidak melarikan diri. Kondisi mereka yang dirantai ini menyebabkan lahirnya penyebutan Orang Rantai atau Kettingganger.

Bahasa Tansi Sawahlunto, Bahasa Ke-empat yang ada di Sumatera Barat dari Orang RantaiKettingganger atau Orang Rantai
Forced Labour Prisoners
Lukisan karya : Ernest Hardouin (Circa 1851)
Digital Collections of Leiden University Libraries
KITLV 36B205

Bahasa Tansi sekaligus juga menjadi bentuk bahasa kreol pertama yang dilatarbelakangi perburuhan. Uniknya, bahasa ini terdiri dari campuran bahasa-bahasa lain seperti Jawa, Bali, Sunda, Madura, Cina, Batak, Bugis, Belanda, dan Minangkabau serta bahasa Melayu sebagai dasar penggunaannya (EPE Syafril, 2011).

Bahasa kreol adalah merupakan bahasa ibu yang digunakan oleh sekelompok masyarakat dengan latar belakang daerah yang berbeda-beda. Bahasa ini terbentuk karena adanya atau bertemunya sekelompak masyarakat pendatang ke suatu daerah dari latar belakang daerah yang berbeda-beda asal muasalnya, kemudian terjadinya interaksi antara penduduk asli dan pendatang serta antar para pendatang. Terjadi komunikasi sehingga melahirkan bahasa yang dominan. Kosa kata bahasa yang terbentuk didominasi oleh kosa kata dari bahasa masyarakat setempat yang diperkaya dari bahasa para pendatang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kreol adalah sebagai alat komunikasi sosial dalam kontak yang singkat (misalnya dalam perdagangan). Dalam artian lain, Kreol adalah ragam pijin yang sudah mempunyai penutur asli.

Sedangkan arti Pijin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi sosial dalam kontak yang singkat (misalnya dalam perdagangan) antara orang-orang yang berlainan bahasanya dan tidak merupakan bahasa ibu para pemakainya.

Sebagai medium komunikasi akhirnya terciptalah suatu bahasa campuran yang populer dan diawali dari bentuk bahasa pijin. Oleh generasi penggunanya, bahasa pijin kemudian berubah menjadi bentuk bahasa kreol karena dijadikan sebagai bahasa ibu. Karena bahasa kreol ini tercipta dari penuturnya, yaitu buruh tambang batubara yang hidup dan tinggal di tangsi-tangsi, sehingga disebut bahasa Tansi.

Bahasa Pijin atau Pidgin Language adalah bentuk bahasa kontak yang banyak digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang berbeda-beda dengan tata bahasa yang lebih sederhana.

Dalam perkembangan penggunaan Bahasa Tansi ini, terdapat dua dialek yang ada yaitu dialek Bahasa Tansi yang berkembang di daerah Pusat Kota Lama atau sekitar Kecamatan Lembah Segar yang kemudian dipengaruhi Bahasa Indonesia saat ini. Dialek lainnya atau dialek Bahasa Tansi yang masih asli berkembang penggunaannya di daerah Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi.

Dikutip dari Wikipedia, berikut ini contoh dialog bahasa Tansi:
+: ”Ni Tis, mo mana ke ?”
’Kak Tis, mau (ke) mana kamu?’
’Kak Tis, hendak ke mana kamu?’
-: ”Mo belanja”.
’Mau (ber-)belanja’.
’Hendak berbelanja’.
+: ”mana?”
’Ke mana?’
-: ”Kede (kade), Mo titip apa ke ?”
’ke kedai. Mau (men-)titip apa kamu?’
’(aku hendak) ke warung. Apakah kamu akan menitip sesuatu?’
+: ”Ndak (nda), aku sangka (sanka) mo pigi pasar, aku mo titip bayam”.
’Tidak, aku sangka mau pergi pasar, aku mau (men-)titip (sayur) bayam’.
’Tidak, aku mengira kamu mau pergi (ke) pasar, aku mau menitip sayur bayam.

Bentuk Bahasa Kreol di Indonesia

Bentuk Bahasa Kreol di Indonesia saat ini telah berkembang menjadi beberapa bentuk, misalnya :
  1. Bahasa Melayu Betawi
  2. Bahasa Melayu Maluku Utara
  3. Bahasa Melayu Manado
  4. Bahasa Melayu Ternate
  5. Bahasa Melayu Banda
  6. Bahasa Melayu Kupang
  7. Bahasa Melayu Larantuka
  8. Bahasa Indonesia Peranakan
  9. Bahasa Tansi

Bahasa Melayu Betawi adalah bahasa kreol turunan dari bentuk bahasa Melayu. Sebagian menyebutnya Bahasa Dialek Betawi, Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia. Pengguna bahasa ini adalah orang Betawi yang telah digunakan sejak daerah Betawi ini berkembang. Bahasa kreol Melayu Betawi yang didasarkan perkembangannya dari Bahasa Melayu Pasar yang dipengaruhi oleh Bahasa Sunda, Bahasa Tiongkok Selatan (Bahasa Hokkian), Bahasa Bali, Bahasa Arab, Bahasa Portugis dan Bahasa Belanda (Siregar, 2005). Tidak struktur baku yang jelas yang dapat membedakan dengan Bahasa Melayu. Walaupun ada unsur linguistik sebagai penciri bahasa ini, misalnya peluruhan awalan me- (ciri bahasa Melayu), penggunaan akhiran -in (ciri Bahasa Bali), maupun perubahan bunyi /a/ terbuka menjadi /e/ (e keras atau taling atau dibunyikan secara jelas), misalnya apa menjadi ape.

Bahasa Melayu Maluku Utara dituturkan atau berkembang di Kelurahan Togafo, Kecamatan Pulau Ternate, Kabupaten Kota Ternate dan Desa Bobaneigo, Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Bahasa Melayu di Provinsi Maluku Utara terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Melayu Ternate (dituturkan di Togafo) dan dialek Gorap (dituturkan di Desa Bobaneigo). Dialek Melayu Ternate dan Gorap termasuk turunan dialek bahasa Melayu Riau yang diduga sebagai tanah asal bahasa Melayu. Dialek Gorap berasal dari bahasa kreol atau pijin yang merupakan campuran antara bahasa Melayu setempat dengan bahasa pendatang dari Sulawesi Tenggara. (lihat Peta Bahasa Kemdikbud RI).

Bentuk Bahasa Kreol lainnya yang berkembang di Indonesia secara umum merupakan turunan Bahasa Melayu yang bercampur dengan bahasa setempat dan bahasa pendatang lainnya.

Di Riau sendiri, menurut Peta Bahasa Kemdikbud RI, terdapat 5 bahasa yang berkembang dan dituturkan oleh masyarakat Provinsi Riau, yaitu :
  1. Bahasa Melayu
  2. Bahasa Batak
  3. Bahasa Minangkabau
  4. Bahasa Bugis
  5. Bahasa Banjar
Sedangkan bahasa yang dituturkan dan berkembang di Provinsi Kepulauan Riau adalah :
  1. Bahasa Melayu
  2. Bahasa Bugis
  3. Bahasa Banjar

Sejarah Ditemukannya Bahasa Tansi di Sawah Lunto

Bahasa Tansi ditemukan oleh Dr. Elsa Putri Ermisyah Syafril (EPE Syafril) yang lahir di Sawah Lunto. Penemuan tersebut dilatarbelakangi atau rasa tanda tanyanya pada bahas-bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Misalnya kata durian, orang-orang menyebut ‘duren’ bukan ‘durian’. Atau rantai, orang menyebut ‘rante’ bukan rantai.

Elsa semakin berpikir saat berinteraksi dengan teman-temannya di Sekolah Dasar dengan bahasa yang tidak ia mengerti. Demikian juga orang tuanya yang orang Minang.

Rasa penasaran Elsa tersebut mulai terungkap sejak tahun 2005 saat ia melakukan penelitian. Ternyata bahasa di daerah tersebut dipengaruhi oleh bahasa Jawa. Lalu Elsa pun bertanya, mengapa bahasa Jawa bukan bahasa Minang? Penelitian yang dikembangkan oleh Dr. Elsa Putri tersebut sekaligus mengantarkan perempuan kelahiran Sawah Lunto ini meraih gelar doktor.

Penelitian yang terus dilakukan akhirnya menunjukkan hasil di mana diketahui Sawah Lunto menjadi daerah tujuan berbagai suku di Indonesia, bukan hanya Jawa. Masyarakat menggunakan bahasa yang disebut Tansi di mana usia bahasa tersebut telah mencapai masa 100 tahun lebih.

Keragaman dari bahasa daerah di Indonesia menghasilkan bahasa baru yang lebih unik. Itulah bahasa Tansi yang ada di Sawah Lunto, Sumatera Barat.

Keunikan bahasa Tansi yang lahir atas dasar kondisi penambangan di abad ke-19 tersebut menjadi salah satu warisan budaya yang perlu dikonservasi dan direvitalisasi. Keberadaannya yang mulai dilupakan harus dipertahankan dilestarikan.

Alasan tersebut menjadi hal yang melatarbelakangi ditetapkannya bahasa Tansi tersebut sebagai salah satu WBTB Indonesia pada tahun 2018.

Dengan ditetapkannya Bahasa Tansi menjadi WBTB Indonesia dari Sumatera Barat, akan menambah daftar jumlah bahasa yang berkembang di Sumatera Barat menjadi 4 bahasa daerah yaitu :
  1. Bahasa Minangkabau
  2. Bahasa Mentawai
  3. Bahasa Mandailing (Batak)
  4. Bahasa Tansi

Keunikan Bahasa Tansi ini?

Mengapa bahasa ini menjadi salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang ditetapkan pemerintah pusat di tahun 2018? Selain karena sudah terpenuhinya syarat ditetapkannya sebagai WBTB, bahasa Tansi ini juga memiliki keunikan tersendiri, antara lain:
  1. Lahir dari kondisi sosial masyarakat di masa penambangan kolonial Belanda yang cukup menjadi sejarah bagi masyarakat Sumatera Barat.
  2. Bahasa ini menjadi dialek yang unik di tengah dialek bahasa Minangkabau yang biasanya mendominasi di suatu daerah.
  3. Lahir dari paduan banyak bahasa, bukan hanya bahasa daerah di Indonesia tetapi juga bahasa asing seperti Cina dan Belanda.
  4. Ditetapkannya bahasa Tansi sebagai WBTB telah melengkapi sejarah daerah penambangan Batubara di Ombilin, Sawah Lunto yang menjadi warisan budaya dunia versi UNESCO.
  5. Bahasa Tansi ini mencerminkan perpaduan dan keragaman bahasa daerah Indonesia yang ternyata secara unik justru melahirkan bahasa baru yang diakui sebagai kebudayaan di suatu daerah.

Sejarah terbentuknya bahasa Tansi sendiri bermula dari kehidupan para pekerja paksa di masa penjajahan Belanda. Sebagian narapidana dari daerah penjara Muaro Padang yang dipekerjakan pada saat itu sering melarikan diri. Akhirnya Belanda mendatangkan para narapida dari daerah Jawa, Madura, Bali, Bugis, dan lainnya. Mereka dipaksa bekerja menggali lubang-lubang tambang untuk keuntungan penjajah.

Para narapidana yang dianggap berbahaya seperti tahanan politik misalnya diikat dengan rantai bagian kaki, tangan hingga leher. Orang-orang ini yang sering dikenal dengan istilah kettingganger atau orang rantai. Dari sinilah cikal bakal masyarakat Sawah Lunto semakin meluas.

Saat ini dengan ditetapkannya bahasa Tansi sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2018 lalu menjadikan upaya untuk konservasi dan revitalisasi dari budaya tersebut menjadi lebih terbuka dan memungkinkan.

Bahasa yang unik di tengah dialek bahasa Minang yang dominan di suatu daerah. Tansi bukan sekadar warisan budaya yang harus dipertahankan, tetapi juga menjadi bukti sejarah tentang kondisi sosial masyarakat Indonesia di masa kolonial lalu. Bahasa ini perlu dipertahankan dan terus dipelajari oleh generasi masa kini.

Sumber bacaan tentang Bahasa Tansi :

Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor : 264/M/2018 Tentang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 yang diterbitkan pada tanggal 21 September 2018 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy, yang salah satunya adalah atas Bahasa Tansi Sawahlunto (Domain Tradisi dan Ekspresi Lisan) dari Kabupaten Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

Buku Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018 disusun oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Halaman 25
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/dashboard/media/hukum/SK%20Penetapan%202018.pdf

Sumber lain :
Kamus bahasa Tansi Sawahlunto; EPE Syafril, S Poedjosoedarmo - 2010
Menggali Bara, Menemu Bahasa: Bahasa Kreol Buruh dari Sawahlunto; EPE Syafril (Elsa Putri Ermisah Syafril) - Yogyakarta: Pemerintah Kota Sawahlunto, 2011

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Tansi
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_kreol
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_pijin
https://id.wiktionary.org/wiki/kacukan
https://tirto.id/mengenal-bahasa-tansi-sawahlunto-yang-jadi-warisan-budaya-tak-benda-c9B9
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/11/09/inilah-bahasa-tansi-sawahlunto-yang-jadi-salah-satu-warisan-budaya-tak-benda
https://www.ugm.ac.id/id/berita/2763-raih-doktor-berkat-teliti-bahasa-tansi-di-sumatera-barat
https://media.neliti.com/media/publications/178238-ID-diaspora-sedulur-sikep-dan-keseniannya-d.pdf
https://petabahasa.kemdikbud.go.id/index.php




RiauMagz, Budaya Sumatera Barat sangatlah banyak dan memiliki beragam bentuk. Salah satunya adalah Bahasa Tansi yang ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2018 asal Sumatera Barat.