Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri

Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Carmen Mysticum Borda Dictum.
Johannes Uri. 1761
Perpustakaan Nasional Republik Ceko

RiauMagz.com - Burdah atau lengkapnya Qasidah Burdah adalah kitab sastra yang dikarang oleh Al Bushiri berisikan syair tentang shalawat atau pujian kepada Nabi Muhammad SAW sebagai manusia pilihan (al-Habib al-Musthafa), yang dapat dibaca atau dilagukan ataupun dilantunkan setiap saat atau pada waktu-waktu khusus lainnya, dan menjadi salah satu karya sastra Islam yang populer. Bacaan atau lantunan syair itu yang sering dilakukan dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia menjadi kesenian dan tradisi budaya serta memiliki sejarahnya masing-masing daerahnya. Tulisan singkat ini merupakan rangkuman dari berbagai sumber yang tertera pada bagian bawah.

Atik Soepandi dan Maman Suaman dalam bukunya berjudul Rebana Burdah dan Biang yang diterbitkan tahun 1992, pada halaman 39 menjelaskan bahwa Qasidah Burdah yang merupakan lirik-lirik lagu yang berbahasa Arab yang dibawa pedagang Arab ke Indonesia sambil menyebarkan agama Islam. Pada halaman 56, dituliskan bahwa kesenian ini dimainkan pada upacara perkawinan, khitanan, kenduri, serta pada selamatan-selamatan lainnya.

Menurut Suhardi dalam bukunya berjudul Folklore Melayu Dalam Bentuk dan Keragamannya yang diterbitkan oleh Deepublish tahun 2021 halaman 118 menjelaskan bahwa kesenian berdah merupakan kesenian yang berasal dari Arab. Pada awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang Arab bersamaan dengan aktivitas perdagangannya ke Asia Tenggara sekaligus sebagai upaya menyebarkan agama Islam kepada masyarakat di pusat perdagangan atau tempat-tempat mereka berlabuh. Berdah digunakan dalam konteks berbagai kegiatan masyarakat baik kegiatan yang dominan adat perkawinan (berinai, ijab kabul, merewang), dan peringatan hari-hari besar Islam baik di desa tempat domisili kelompok berdah maupun di desa lain atau kota di luar desanya.

Pada halaman 117 pada buku yang sama, Suhardi menuliskan bahwa istilah burdah merupakan suatu benda (kain) yang digunakan sebagai jubah Nabi Muhammad SAW yang terbuat dari bulu domba. Kata burdah juga ditafsirkan sebagai “syair puji-pujian” terhadap Nabi Muhammad SAW, yang dibuat oleh Al-Bushri (608-695 Hijriah atau tahun 1211-1296 Masehi).

Riwayat hidup Al Bushiri atau Imam al-Bushiri, yang juga dikenal sebagai seorang ulama ahli Ilmu Fiqh dan Ilmu Kalam, dimulai sejak kelahirannya di utara Mesir, tepatnya pada suatu daerah di sekitaran Sungai Nil yang bernama Dalash pada tahun 608 H atau sekitar 1211 M. Memiliki nama lengkap Syaikh Abu Abdillah Syaraf ad-Din Muhammad bin Sa’id Ash Shadhili Hammad bin Muhsin bin Abdullah bin ash-Shanhaji bin Hilal ash-Shanhaji (Malal al-Bushiri al-Mishri). Sebagian menyebut beliau dengan nama Al Dalashi atau Al Dalashiri, sebagian lagi, yang kemudian menjadi lebih terkenal sebagai Al Bushiri, sebagian menulisnya Al Busaree, Al Busiri, Al Bushiry atau Al Busir. Dalam sebuah buku salinan Burdah berbahasa Jerman, nama Al Bushiri ditulis menjadi Scheich Ebu Abdullah Mohammed ben Ssaid Hammad ben Muhsin ben Abdullah ben Ssanhadsch ben Hilalis Ssanhadshi.

Al Bushiri dibesarkan di daerah Bushir yang merupakan suatu tempat asal muasal ayahnya. Nama tempat tersebutlah kemudian melekat pada penamaannya sekaligus menunjukkan tempat asal muasalnya yaitu al-Bushiri. Beliau wafat pada tahun 695 H atau sekitar 1296 M, ketika berumur sekitar 87 tahun dalam hitungan tahun Hijriyah atau sekitar 85 tahun dalam hitungan Masehi, dan dimakamkan di dekat makam Syaikh Abil ‘Abbas al-Mursi di Kota Iskandaria (Alexandria), Mesir, dekat Sidi Morsi Al Abbas Mosque. Tempat kelahiran beliau di Dalash yang berjarak sekitar 5km ke tempat beliau dibesarkan di Bushir (Naser), sekarang berada pada wilayah Kegubernuran Bani Suwayf, Mesir.

Muhammad Al-Bushiri hidup pada masa adanya pergolakan politik di Mesir maupun wilayah sekitarnya, dimana dinasti Abbasiyah mulai mengalami kekalahan melawan Mongol. Di tempat lain, kepemimpinan dengan berbagai pergolakan pada Dinasti Bani Ayub maupun Dinasti Mameluk (Mamluk atau Mamalik). Dalam hal itu, Al Bushiri tetap belajar dan berguru kepada Abu Al-Hasan Asy-Syadzili, Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi, maupun guru lainnya.

Kesembuhan dari suatu penyakit yang diderita Al Bushiri, menjadi berkah dan inspirasi baginya menyusun syair pujian shalawat Burdah yang indah ini. Diikuti dengan ketenangan jiwa dan kesehatan bagi sahabat al Bushiri bernama Sa‘d ad-Din al-Fariqi yang menderita suatu penyakit mata.

Oleh karenanya, secara nurani, manusia berusaha mencari keindahan melalui riwayat, hikayat, kaba (khabar), risalah, kisah, khutbah, shalawat dan dzikir, sehingga melahirkan puisi-puisi dalam bentuk syair-syair, sajak, nazam, kasidah, al-Barzanji, al-Burdah, syaraf al-Alam, al-Diba'i, masnawi, riba'iy, madah, bidal (pribahasa) dan sebagainya (Febri Yulika. 2016).

Manuskrip Kuno/Tua Kitab Burdah

Kitab Burdah yang tercantum dalam Kitab Majmu'atul Mawalid wa Ad'iyah diawali dengan Amin tadzakkuri jîrônin bidzî salami, Mаzаjtа dаm’ân jаrô min muԛlаtіn bіdаmі. Apakah karena mengingat kerabat di Dzi Salam, kau campurkan air mata dengan darah? Syair Burdah dari kitab tersebut pun ditutup dengan Mā rannaĥat ‘adhabātil bāni rīĥu şaban, Wa aţrabal ‘ īsa ĥādil ‘ īsi bin naghami. Selagi angin timur masih menggerakkan dahan-dahan pohon, dan selagi penggembala unta menyenangkan unta dengan suara merdu.
As long as the east wind make the branches of the cypress wave, and the camel-drivers make the camels merry with their trilling songs. (Shaikh Baizullah Bhai. 1893).
Philip K. Hitti menyebutkan pada halaman 508 dalam bukunya History of the Arabs, bahwa penulisan puisi (sastra. Red.) telah menjadi seni Arab yang paling konservatif. Sepanjang masa, seni Arab ini selalu menggemakan semangat gurun pasir.

Watak seni mereka dituangkan ke dalam suatu media, yaitu ungkapan. Demikian ditulis Hitti pada halaman 112. Kemudian dilanjutkannya bahwa, jika orang-orang Yunani mengungkapkan daya seninya terutama dalam bentuk patung dan arsitektur, orang-orang Arab menuangkannya dalam bentuk syair panjang (qashidah) dan orang-orang Ibrani dalam bentuk lagu-lagu keagamaan (psalm), sebuah bentuk ungkapan estetis yang halus.

Hitti melanjutkan pada halaman 524 pada bukunya tersebut, bahwa dalam bidang seni, layaknya dalam bidang sastra, seorang Arab atau seorang Semit, memiliki daya apresiasi yang sangat tajam terhadap berbagai hal yang partikular dan subjektif, serta memiliki rasa lembut untuk mengungkapkan detil suatu objek seni.
Demikian juga halnya dengan Kitab Burdah.
Walaupun belum dapat dipastikan tahun kitab Burdah Al Bushiri ini dibuat secara tepat, sejak awal syair-syairnya telah disukai banyak orang, baik pada masanya, maupun pada masa sesudah penulisnya wafat. Salinan-salinan kitab syair ini pun bermunculan dari berbagai penulis. Selain salinan, banyak penulis yang membuat buku berisi komentar ataupun pengantar dan dilengkapi terjemahan atas Kitab Burdah ini.

Salah satu salinan yang disertai terjemahan ke tulisan dan Bahasa Latin berjudul Carmen Mysticum Borda Dictum; Abi Abdallae M. B. S. Busiridae Aegyptii E Codice Manuscripto B. L. B. Latine Conversum. Accedunt Origines Arabico – Hebraicae. Buku ini disusun oleh Johannes Uri atas karya asli oleh Šraf ad-din Búsírí (Aba Abd al.lah Muhammad ben Said ad-Duasí al) yang diterbitkan oleh Cornelius de Pecker pada tahun 1761. Buku salinan ini, aslinya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Ceko. Judul buku tersebut diterjemahkan bebas kurang lebih berarti : Puisi Mistis Borda diceritakan; Abi Abdalla M. B. S. Busiridae dari naskah manuskrip tua Mesir B. L. B. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Sebagai tambahan tulisan asli Arab – Ibrani. Beberapa singkatan pada sampul tersebut tidak diketahui maknanya. Lihat gambar paling atas.
Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Funkelnde Wandelsterne Zum Iobe des Besten der Geschopfe
Vinvenz Edlem Von Rosenzwieg. 1824.
Perpustakaan Universitas Columbia, USA

Salinan lain dengan dilengkapi terjemahan tulisan latin ke Bahasa Jerman dilakukan oleh Von Rosenzwieg, dalam bukunya Funkelnde Wandelsterne Zum Iobe des Besten der Geschopfe yang salah satu aslinya disimpan di Perpustakaan Universitas Columbia, USA. Buku ini memiliki keterangan pada sampulnya dengan tambahan berupa kalimat :
Ein Arabics, Insgemein unter dem Nahmen : GEDICHT BURDE, Bekanntes Gedicht.
(Dari Arab, biasanya dengan nama : POEM BURDE, poem terkenal).
Von (dari atau karya)
Scheich Ebu Abdullah Mohammed ben Ssaid Hammad ben Muhsin ben Abdullah ben Ssanhadsch ben Hilalis Ssanhadshi,
Genannt (alias) : Bussiri
Ubersetzt und Durch Anmerkungen Erlautert
von (Diterjemahkan dan Dianotasi oleh)
Vinvenz Edlem Von Rosenzwieg
Wien, MDCCCXXIV (Wina, 1824)
Gedruckt und im Verlage bey Anton Schmid. Deutsch und Orientalischen Buchdrucker
(Dicetak dan diterbitkan oleh Anton Schmid. Percetakan Jerman dan Oriental).
Selain itu, J.W. Redhouse telah menerjemahkan dalam bukunya berjudul The Burda i.e The Poem of The Mantle, in praise of Muhammad, by el Busiri. Translated, with Preface and Notes. Buku Redhouse kemudian dikumpulkan menjadi sebuah kumpulan buku puisi berjudul Arabian Poetry for English Readers; pada halaman 319 yang disusun dengan penambahan kata pembukaan dan beberapa catatan oleh William Alexander Clouston yang dicetak terbatas di Glasgow tahun 1881. Buku Clouston ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Oxford, Inggris.

Terjemahan disertai pengantar juga dibuat oleh Shaikh Baizullah Bhai di tahun 1893 dan bukunya masih tersimpan di Perpustakaan Universitas California Berkeley USA atas hibah hadiah dari Jane K. Sather. Buku yang berjudul A Moslem Present; An Anthology of Arabic Poems, about the Prophet and the Faith of Islam. Buku jilid 1 ini . Buku jilid 1 ini berisi sebuah puisi terkenal dari Al Busaree, yang diketahui berjudul Qaṣīdat al-burdah al Busaree “The Poem of the Scarf” dengan terjemahan Inggris dan beberapa catatan.
Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Anthology of Arabic Poems; Qaṣīdat al-burdah al Busaree “The Poem of the Scarf”
Shaikh Baizullah Bhai. 1893.
Perpustakaan Universitas California Berkeley USA

Salah satu kitab burdah dalam bentuk manuskrip tulisan tangan kuno yang sudah sangat tua, tersimpan di Library of the India Office dan tercatat melalui katalog yang disusun oleh Otto Loth pada tahun 1877, pada halaman 232, bagian Poetry and Elegant Prose, dicatatkan pada nomor 799 tentang kitab berjudul Burdah karya Busiri (wafat 694 H), dengan terjemahan antar baris dan keterangan dalam bahasa Persia Nasta'lik (Nastaliq) yang sangat bagus. Kitab ini ditulis tangan dengan jelas dan bagus. Nastaliq merupakan tulisan kaligrafi tangan untuk menuliskan tulisan Perso-Arabic dalam Bahasa Persia dan Urdu. Gaya kaligrafi ini populer sebagai kaligrafi Persia, juga Urdu dan Turki.
817
2110. Size 7 ½ in. by 5 ¾ in. ; foll. 7. Thirteen lines in a page. Muhammad b. Sa’id Busiri (d. A.H.694) celebrated Kasidah in praise of the Prophet, called Burdah. Cf. the edition of Von Rosenzweig (Wien, 1824),and Ralfs (Wien, 1860); Catal. Mus. Brit. 76. Etc. Well written, with vowel points. The signature of the copyist on the title-page is effaced. Injured by Damp. (College of Fort William).
Berdasarkan catatan katalog oleh Otto Loth tersebut, khususnya pada halaman 237-238, terdapat beragam salinan Kitab Burdah dalam bentuk tulisan tangan manuskrip kuno di dalam perpustakaan India Office tersebut, yaitu :
  1. Nomor 817, sebuah kitab berukuran 7,5 inci x 5 ¾ inci dengan tulisan tangan 13 baris per halaman yang sangat baik dan dilengkapi tanda bacaan tentang kasidah perayaan untuk memuji Nabi, yang disebut Burdah. Kitab ini sedikit rusak karena lembap dimana tanda tangan penyalin pada halaman judul sudah terhapus. Catatan katalog ini merujuk kepada catatan Katalog Museum di Inggris oleh Von Rosenzweig (Wina/Vienna, 1824), dan Ralfs (Wina/Vienna, 1860). Referensi : Perguruan Tinggi Fort William, Kalkuta, India.
  2. Nomor 818, merupakan salinan lain dari Burdah dengan 9 baris tulisan per halaman yang ditulis dengan tulisan kaligrafi tangan dari jenis kaligrafi Thulth atau Thuluth dengan penyebutan lain berupa Tulut, Katt-ut Tulut, Sols, Sulus.
  3. Nomor 819, merupakan salinan lain dari Burdah dengan 8 baris tulisan per halaman dengan tulisan indah dan diberi ornamen hiasan.
  4. Nomor 820, merupakan salinan lain dari Burdah dengan 10 sampai 20 baris tulisan per halaman. Kitab Burdah ini dibuka dengan pendahuluan berbahasa Persia dengan penjelasan setiap bab.
  5. Nomor 821, merupakan salinan lain dari Burdah dengan 7 baris tulisan per halaman. Bagian utama kitab ditulis berwarna. Spasi kiri dengan bahasa Persia antar baris. Terdapat tanda stempel dan tanda tangan Mr. Muhammad Asad Khan, tertanggal Bijapur 1185 H.
Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Umar Ibn Aḥmad al-Ḫarbūtī. Qaṣīdat al-Burda. Dār aṭ-ṭibāʿa al-bāhira. 1844.
Manuskrip salinan Qasidah Burda yang berada di Perpustakaan Nasional Austria.

Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Qaṣīda-i Burda (Muḥammad Ibn-Saʻīd al- Būṣīrī. 1847)
Diterbitkan oleh Dār at-tibaʿa al-ʿāmira
Asli dari salinan Burda ini berada di Perpustakaan Nasional Austria
Tidak diketahui nama penyalin.

Kitab Kesenian Burdah di Indonesia Saat Ini

Secara umum di Indonesia, terdapat beberapa kitab salinan syair-syair yang terkenal dari penyair Arab, baik kitab dari 1 pengarang maupun kitab kumpulan dari beberapa kitab yang berhubungan dengan maulid Nabi Muhammad SAW, maupun shalawat, yang kemudian dibacakan maupun dilantunkan menjadi seni budaya dan tradisi di suatu daerah. Kitab ini beredar di Indonesia merupakan salinan dari kitab salinan lainnya oleh berbagai penerbit dan percetakan, misalnya :
  1. Kitab Burdah karya Al-Bushiri (608 – 696 H atau sekitar 1211 – 1296 M) yang juga menulis Al-Qashidah Al-Mudhariyah dan Al-Qashidah Al-Hamziyah. Kitab yang terdiri dari 10 bagian dengan 161 butir ayat (nadzam) ini, disebut juga dengan judul lain sebagai Mawlid al-Burdah atau Maulid al Madih atau al-Kawākib ad-durriyya fi Madḥ Khayr al-Bariyya atau pun ‘Iqd al-Jawāhir fī Mawlid al-Nabī al-Azhar, atau juga ‘Iqd al-Jawāhir fī Mawlid äāḥib al-Hawd wa al-Kawthar. Berisi tentang hikayat kelahiran nabi, shalawat, mukjizat, Isra Mi’raj, jihad, dan lain-lain. Karya sastra Islam ini muncul setelah lama tidak adanya karya-karya Islam yang dibuat oleh penyair tentang pepujian kepada Nabi Muhammad SAW. Kandungan syair yang cukup lengkap mulai dari sejarah, pujian, ajaran tasawuf, maupun pesan moral. Kitab ini beredar di Indonesia merupakan salinan dari berbagai penerbit dan percetakan.
  2. Kitab Maulid ad-Diba’i dan Kitab Syaraf al-Anam, dengan beragam sumber menisbatkan kepada pengarang Imam Abdur Rahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Diba`i Asy-Syaibani Al-Yamani Az-Zabidi Asy-Syafi`i (866 – 944 H atau sekitar 1461 – 1538 M).
  3. Kitab Al-Barzanji karya Sayid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji (1101 H - 1177 H atau sekitar 1690 M - 1763 M).
  4. Kitab Maulid al-‘Azab ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Mu’thi bin Muhammad Al-‘Azab (.... – 1293 H atau sekitar ..... – 1876 M). Kitab ini sering dicetak menjadi 1 kitab bersamaan dengan 3 kitab lainnya Kitab Al-Barzanji, Kitab Maulid ad-Diba’i dan Kitab Syaraf al-Anam.
  5. Kitab Maulid Simthud Durar atau disebut juga Kitab Al-Habsy disusun oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (1259 – 1333 H atau sekitar 1843 – 1915 M).
  6. Kitab Dalail al-Khairat yang berisi salawat kepada Nabi Muhammad, ditulis oleh Imam Muhammad bin Sulaiman al Jazuli.
  7. Kitab Majmu’ al-Maulid (buku kumpulan maulid) merupakan kitab gabungan dari 3 kitab yaitu Kitab Al-Barzanji, Kitab Maulid ad-Diba’i dan Kitab Syaraf al-Anam.
  8. Kitab Majmu' Musytamil 'Ala Maulid Al-Nabiy SAW merupakan kumpulan Kitab Al-Barzanji Wa Al-Diba' Wa Al-'Azab.
  9. Kitab Majmu'atul Mawalid wa Ad'iyah merupakan kitab yang dianggap lengkap karena berisikan kumpulan maulid dan do'a dari Kitab Maulid Ad-Diba’i, Kitab Maulid Al-Barzanji Nasr, Kitab Maulid al-‘Azab, Kitab Maulid Syaraf al-Anam, Kitab Maulid Al-Barzanji Nadzam, Kitab Qasidah Burdah yang tertera pada halaman 201-226, Kitab Qasidah Munfarijah (Shalawat Nariyah), Doa Khotmil Maulid, Kitab Aqidatul Awam, Kitab Ratib Hadad, Kitab Talqin Mayit, Bacaan Lafaz Niat Nisfu Sya’ban, Doa Khotmil Quran, Doa Awal Tahun, Doa Akhir Tahun, Doa Bulan Asyura, Doa Bulan Ramadhan, Doa Shalat Tarawih, Doa Shalat Witir, Doa Shalat Tahajud, Doa Shalat Istikharah, Doa Shalat Hajat, Doa Birrul walidain, At Tarjim, dan Shalawat Badar (Badriyah).
Kesenian Burdah di Indonesia, dari Kitab Syair Kuno Arab Kitab Al Bushiri
Kitab Majmu'atul Mawalid wa Ad'iyah
Penerbit Arafah Surabaya dan Karya Toha Putra Semarang

Kitab Burdah secara umum memiliki 10 bagian yaitu :
  1. Pengaduan Rasa Hati terdiri dari 12 bait.
  2. Peringatan Bahaya Hawa Nafsu terdiri dari 16 bait.
  3. Pujian kepada Nabi Muhammad SAW terdiri dari 31 bait.
  4. Kisah Kelahiran Rasulullah SAW terdiri dari 13 bait.
  5. Mukjizat Nabi Muhammad SAW terdiri dari 16 bait.
  6. Kemuliaan Ayat Allah dan Pujian Terhadap-Nya terdiri dari 16 bait.
  7. Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW terdiri dari 13 bait.
  8. Perjuangan Nabi Muhammad SAW terdiri dari 21 bait.
  9. Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW terdiri dari 12 bait.
  10. Bermunajat dan Meminta Hajat terdiri dari 16 bait.

Kesenian Burdah dianggap memiliki kelebihan dibanding kesenian pembacaan kitab syair lain karena kitab Burdah yang dilantunkan memiliki cara penyusunannya yang lebih teratur. Syair pujian-pujian Imam Al-Bushiri selain ditujukan kepada Rasulullah saw maupun dalam peningkatan ajaran kepada Allah SWT, namun juga menjelaskan kelahiran Rasulullah SAW. Syair inilah yang sering disebut sebagai kesenian pembacaan hikayat.

Kitab Burdah juga menuliskan mukjizat Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an, kisah Isra’ Mi’raj, kisah perjuangan jihad dan peperangan Rasulullah SAW, juga pelaksanaan tawasul dan permohonan syafaat. Kitab ini ditutup dengan munajat sepenuh hati dan permohonan ampunan Allah SWT.

Ragam Kesenian Burdah

Lantunan syair Burdah tidak asing didengar karena kesenian Burdah ini telah menyebar seantero Indonesia dan menjadi tradisi turun temurun dengan beragam penamaan atau penyebutannya, dengan memadukan beragam alat musik yang mengiringinya, baik yang menggunakan alat musik atau beberapa alat musik. Sehingga hal ini menimbulkan ciri khas masing-masing daerah atau bahkan ciri khas kelompok yang melaksanakan kesenian ini, dan sekaligus sebagai penanda identitasnya.
Burdah menjadi penamaan umum kesenian Burdah di Indonesia, bahkan pada daerah tertentu menyebut Burdah sebagai kesenian sekaligus sebagai alat musik yang digunakan.
Ragam alat musik yang digunakan serta terkadang berbeda nama :
  1. Rebana, Rebana Burdah, Gebane, Bebano, Bebane, Terbang.
  2. Gendang, Gendang Oku, Gendang Randai, Kendang Rebana.
  3. Talam (jarang digunakan).
  4. Biola (jarang digunakan).

Terdapat ragam umum penamaan atau penyebutan kesenian Burdah, misalnya Berdah, Berdahan, Menabuh Berdah, Dzikir Berdah, Qasidah (Kasidah) Burdah, Rebana Burdah, Baca Burdah, Syair Burdah, Shalawat Burdah, Tawasul Burdah, Majelis Burdah, Burdhah, Burudah, Budrah, Kayat Ruda, Mekayat, maupun Burdahan. Tetapi, beberapa daerah memiliki penamaan sendiri dengan maksud yang sama, misalnya :
  1. Kayat Ruda di daerah Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Berasal dari kata Hikayat Burdah yang terjadi perubahan dialek menjadi Kayat Ruda. Terdapat juga penyebutan Burdah sebagai Berdah di beberapa daerah pesisir pantai Provinsi Riau maupun wilayah Kepulauan Riau.
  2. Mekah Ode di daerah Desa Rempung salah satu desa di Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia, walaupun juga menyebut Burdah secara umum. Kesenian ini dimainkan secara berkelompok oleh 5 orang sebagai pelantun syair dan pemain gendang, yang dimainkan saat maulid Nabi Muhammad SAW, tahun bari Islam, maupun acara pernikahan. Awalnya sebagai media dakwah untuk mengajarkan kebaikan dan penerapan nilai-nilai ajaran-ajaran Islam. Hal ini kemudian bergeser menjadi perwujudan kesenian semata (Usman Munir. 2021). Salah satu pertunjukan kesenian ini adalah Malam Burdah Bershalawat.
  3. Burdah Pegayaman, Burdah Loloan dan Burdah Kepoan maupun Burcek (Burdah Cekepung) yang dimainkan di wilayah Bali, yang terbagi beberapa bagian misalnya mesair maupun mekayat.

Penamaan mirip dengan kesenian lain di Indonesia tetapi beda pada kitab yang digunakan. Karena menggunakan Kitab Al Burdah, maka disebut kesenian Burdah. Karena menggunakan Kitab Al Barzanji, maka disebut kesenian Barzanji. Keduanya sama-sama melantunkan kitab syair yang terkenal.

Fungsi Kesenian Burdah

Awalnya Burdah dimainkan bertujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Seiring dengan waktu, ada penambahan pesan-pesan diluar teks Burdah kepada masyarakat umum yang menikmati kesenian tersebut. Kemudian terjadi pergeseran dibeberapa daerah menjadi fungsi hiburan, atau gabungan keduanya, dalam hal ini, pesan disampaikan dengan cara menghibur.

Kesenian Burdah ataupun Berdah merupakan media edukasi yang sarat pesan moral, sindiran suatu permasalahan di daerahnya, atau luapan perasaan yang tersirat dari setiap larik-lariknya.

Burdah juga mengajarkan ajaran akhlak kepada Allah SWT, juga akhlak kepada sesama makhluk ciptaan-Nya baik dalam pergaulan, terhadap anak, orang tua, keluarga, musyawarah, kemarahan, kesederhanaan, dan pelajaran akhlak lainnya dalam kehidupan.

Dalam fungsinya sebagai penyampai pesan dengan penambahan pesan-pesan diluar teks kitab Burdah, dapat berupa petuah (fatwa atau pituah), ajaran agama Islam, ajaran adat, sejarah kenabian, dan alat kontrol sosial. Penambahan pesan-pesan tersebut dapat disampaikan dengan cara berpantun misalnya pantun jenaka, pantun nasehat, pantun agama, dan lain sebagainya.

Pemain Burdah

Pemain Burdah adalah sekelompok laki-laki dengan formasi duduk berkeliling atau pun duduk berhadapan ataupun duduk berbaris. Secara umum akan terbagi 3 yaitu pemimpin Burdah, pelantun syair, pemain alat musik. Walaupun ada perbedaan di setiap daerah sebagai ciri khas masing-masingnya, semua pemain akan melantunkan syair, dipimpin seorang pemimpin Burdah. Di tempat lain, pemimpin Burdah dapat disebut imam, induk, induk burdah, ketua burdah, imam burdah, dan penyebutan lainnya.
Sangat jarang terjadi pemainnya perempuan, apalagi dipimpin oleh seorang perempuan karena pemimpin dalam Islam diutamakan laki-laki.
Burdah sebagian daerah telah dicatatkan dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia asal masing-masing daerah dengan ciri khas yang berbeda, oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. WBTB memiliki filosofi makna dari sebuah produk budaya daerah, yang tentunya akan berbeda dengan filosofi makna budaya daerah lain.

WBTB atau intangible cultural heritage bukan tentang kebendaan (tangible), tetapi seperti pengetahuan ataupun tehnologi yang dapat hilang. Budaya tak benda tersebut misalnya bahasa, puisi, syair, mantra, doa, peribahasa, tari, musik, gerak, upacara adat, hukum adat, pengobatan tradisional, pengetahuan alam, arsitektur tradisional, kuliner, senjata tradisional, yang lahir dari praktik pelaksanaan, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya, diwariskan dari generasi ke generasi.

Terdapat 5 kelompok besar WBTB yaitu : pertama; Tradisi Lisan dan Ekspresi, kedua; Seni pertunjukan, ketiga; Adat Istiadat masyarakat, ritual, dan perayaan-perayaan, keempat; Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan kelima; Keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.

Diharapkan dengan ditetapkannya suatu budaya sebagai WBTB Indonesia, maka dapat memberikan rasa identitas dan keberlanjutan, membantu manusia memahami dunianya dan memberikan makna pada kehidupan dan cara manusia hidup bermasyarakat. Demikian jugalah hendaknya pada Kesenian Burdah di Indonesia.


Artikel di atas dirangkum dari sumber dan bahan bacaan :
  1. Atik Soepandi dan Maman Suaman. Rebana Burdah dan Biang. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Jakarta Raya (Indonesia). 1992. Salah satu buku aslinya tersimpan di Universitas Michigan, USA.
  2. Elmustian Rahman. Unsur Jati Melayu dalam Tradisi Kayat Rantau Kuantan. Jurnal Bahas Volume 4 Nomor 8. Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan. Universitas Riau. Pekanbaru. Oktober 2009.
  3. Fadlil Munawar Mansur. Burdah diantara Sastra dan Musik Arab. Tajdid LPP Institut Agama Islam Darussalam. Ciamis. 2007.
  4. Febri Yulika. Jejak Seni dalam Sejarah Islam. Institut Seni Padangpanjang. Padangpanjang. Sumatra Barat. 2016.
  5. H. Bagenda Ali. Awal Mula Muslim Di Bali; Kampung Loloan Jembrana Sebuah Entitas Kuno. Deepublish. Yogyakarta. 2019.
  6. Husni Thamrin. Etnografi Melayu; Tradisi dan modernisasi. Lembaga Penelitian dan Pengembangan UIN Suska Riau bekerjasama dengan Suska Press. UIN Suska Press. Pekanbaru. 2007.
  7. Isnan Ansory, Lc. Ma dan Maymunah Fitriyaningrum, Lc. (edt.). Pro Kontra Maulid Nabi; Mencari Titik Kesepahaman. Rumah Fiqih Publishing. Jakarta Selatan. 2018.
  8. Michael Francis Laffan. The Making of Indonesia Islam. Princeton University Press. New Jersey, USA. 2011. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Indi Aunullah dan Rini Nurul Badariah. Sejarah Islam di Nusantara. Bentang Pustaka. Yogyakarta. 2015.
  9. Muhammad Adib, Mahbub Djamaluddin (edt.). Burdah; Antara Kasidah, Mistis dan Sejarah. Pustaka Pesantren. Yogyakarta. 2009.
  10. Muhammad Fajri Tsani Ramadhani. Implikasi Pembacaan Shalawat Burdah. Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Uin Walisongo. Semarang, 2018.
  11. Mustafa Dehqan. A Gurani Mawlid. Nubihar Akademi Journal Issue 5 Year 3. DergiPark Akademik. Turki. 2016.
  12. Philip Khuri Hitti. History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present. Edisi revisi ke 10 (1937-1970). Palgrave Macmillan. New York. 2002. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. History of the Arabs; Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Cetakan II. Serambi Ilmu Semesta. 2006.
  13. Otto Loth, Ph.D. A Catalogue of the Arabic Manuscripts in the Library of the India Office. Stephe & Austin. London. 1877. Buku katalog ini aslinya berada di Secretary of State for India in Council dalam versi Bahasa Inggris dan Arab, serta buku katalog ini juga berada di Perpustakaan Umum New York, Amerika.
  14. Shaikh Baizullah Bhai. A Moslem Present; An Anthology of Arabic Poems, about the Prophet and the Faith of Islam, Part I. Qaṣīdat al-burdah al Busaree “The Poem of the Scarf”. Education Society’s Steam Press. Bombay. 1893.
  15. Suhardi. Folklore Melayu dalam Bentuk dan Keragamannya. Deepublish. Yogyakarta. 2021.
  16. Suryami dan Atisah. Struktur dan Fungsi Kayat Pantun di Kuantan Singingi, Riau. Diakses melalui website Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI badanbahasa.kemdikbud.go.id/ pada 22 Januari 2022, tanpa tercantum waktu muat naik (upload) tulisan tersebut.
  17. Usman Munir, Ahmad Mubarak Munir (edt.). 110 Tahun Rempung Sejarah; Kepemimpinan di Desa Rempung. Penerbit Lakeisha. Jawa Tengah. 2021.
  18. Umar Ibn Aḥmad al-Ḫarbūtī. Asīdat aš-šahda šarḥ Qaṣīdat al-Burda. Dār aṭ-ṭibāʿa al-bāhira. 1844. Manuskrip Qasidah Burda yang berada di Perpustakaan Nasional Austria.
  19. U.U. Hamidy. Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Daerah Riau. UNRI Press. Pekanbaru. 1994. Salah satu buku ini berada di Universitas Michigan, USA.
  20. U.U. Hamidy. Sikap dan Pandangan Hidup Ulama di Daerah Riau. Universitas Islam Riau Press. Pekanbaru. 1988. Salah satu buku ini berada di Universitas Michigan, USA.
  21. Yusriadi dan Ambaryani (edt.). Identitas Orang Melayu di Hulu Sungai Sambas. Elmans' Institute. IAIN Pontianak Press. Pontianak. 2019.

Audio :
The Mantle of Praise. Full rendition of the Qasida Burda by The Adel Brothers. 2016.
https://music.apple.com/au/album/the-mantle-of-praise/1171287717.

RiauMagz, Kesenian Burdah dalam Budaya Indonesia.