Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mantra Melayu - Puisi Lama Berkekuatan Ghaib


Foto : @Djemari

Pengertian Mantra dalam Budaya Melayu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mantra adalah susunan kata yang memiliki unsur-unsur sebuah puisi (rima dan irama), biasanya mengandung kekuatan ghaib, dan biasanya juga diucapkan oleh seorang dukun atau pawang untuk menangkal kekuatan ghaib yang lainnya. Dalam kajian sastra lama, mantra disebut juga dengan jampi, serapah, cuca, sembur, seru dan tangkal. Mantra termasuk dalam jenis sastra lisan seperti halnya pantun dan syair. Namun pada mantra terbilang lebih khusus karena mantra hanya diucapkan orang tertentu saja, dan dianggap memiliki kekuatan gaib untuk mendapatkan tujuan-tujuan tertentu. Dalam aplikasinya, mantra tergolong pada puisi bebas, karena tidak terikat dengan aturan rima dan sejenisnya. Bahkan adakalanya para pawang yang membacakan mantra sendiri tidak tahu arti dari mantra yang ia baca. Yang diketahui hanyalah kapan mantra itu harus dibaca.

Mantra Sebagai Budaya Melayu
Munculnya mantra sebagai salah satu tradisi budaya melayu salah satunya dilatar belakangi karena kehidupan masyarakat Melayu yang dekat dengan alam. Mantra dianggap memiliki kekuatan gaib yang menyatu dengan alam. Seiring perkembangan kehidupan manusia yang semakin canggih dan jauh dengan alam, tradisi lisan ini mulai ditinggalkan masyarakat. Masyarakat melayu melakukan pewarisan turun temurun mantra terhadap keluarga dan keturunannya sehingga pewarisan budaya itu terjadi. Kekayaan sastra yang dimiliki masyarakat Melayu diwariskan kepada generasi selanjutnya, baik berupa sastra tulisan maupun sastra lisan. Mantra menjadi salah satu warisan sastra lisan yang masih kita temukan sampai saat ini.

Sebelum Islam datang di tanah Melayu, mantra umumnya adalah kata-kata yang identik dengan mambang, hantu dan sejenisnya. Setelah Islam datang mewarnai melayu, sebagian mantra yang ada diubah dan digabungkan dengan ayat-ayat Al Quran. Sebab mantra memang sudah ada di masyarakat melayu, jauh hari sebelum Islam datang. Karena itulah tak heran jika mantera termasuk dalam salah satu sastra melayu yang paling tua.

Namun demikian, ada juga kalangan yang berpendapat, mantra hanyalah sebagian kecil dari keagungan khazanah budaya melayu yang ada, tak perlu menjadikannya sebagai sesuatu yang besar. Sebab pada hakikatnya melayu sendiri merupakan keagungan yang menjadi simbol kearifan, moralitas, intelektualitas, spiritualitas dan nilai-nilai kerohanian. Mantra juga bukan merupakan tradisi yang hanya dimiliki melayu saja. Masyarakat Sunda, Jawa, Madura juga memiliki tradisi tersebut. Menjadikan mantra identik dengan melayu menjadi yang tak begitu utama, karena justru akan mempertentangkan nilai-nilai melayu yang sudah ada.

Artikel terkait :
Berbagai Mantra Melayu - Elmustian Rahman
Mantera Melayu - Butang Emas


Badewo Bonai

Mantra dan Puisi Indonesia
Presiden Penyair Indonesia, Soetardji Calzoum Bachri (SCB) merupakan penyair asal Riau yang mempopulerkan jenis puisi mantra. SCB ingin menjadi dirinya sebagai orang Riau yang masih kaya dengan budaya Melayu. Mantra dalam puisi memberikan kebebasan kata dari maknanya, itulah puisi mantra dimana suatu kata tidak lagi terikat pada makna yang ada. Upaya SCB menampilkan mantra dalam perpuisian Indonesia merupakan cara untuk menampilkan khazanah sastra lama guna mewarna sastra Indonesia di era modern yang mulai berakulturasi dengan sastra dari luar negara seperti Barat. Kecendrungan kita memandang sesuatu yang lama terlihat kuno dan tidak menarik, sesuatu yang modern dianggap hebat dan pasti baik. Demikian juga dengan perpuisian yang ada. Sastra lama seperti pantun dan mantra dianggap sebagai sesuatu yang kuno, oleh sebab itulah menjadi alasan bagi SCB untuk mempopulerkan mantra sebagai sastra lama.

Puisi mantra saat ini umumnya tidak lagi dimaknai dari segi kata namun lebih kepada nilai estetika. Kalangan modern memandang mantra yang ada di dalam puisi saat ini tak lagi memiliki kekuatan magic sebagaimana mantra para pawang terdahulu. Puisi mantra lebih kepada sebuah style/gaya berpuisi untuk menghidupkan khazanah budaya melayu saja dengan membebaskan arti dan makna dari suatu kata.

Selain SCB, penyair-penyair di Riau saat ini juga mulai mengeksplorasi kekuatan mantra pada puisi. Dheny Kurnia salah seorang penyair mantra asal Riau sukses memanggungkan puisi-puisi mantra olang-olang suku Talang Mamak ke panggung internasional. Hal ini memberikan nilai konservasi terhadap budaya sastra Riau masa lalu yang tetap harum hingga saat ini.


[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Riau ]