Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manongkah Karang Suku Duano - Warisan Budaya Tak Benda Riau


Manongkah menjadi Warisan Budaya Tak Benda asal Riau yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2017
Menongkah Berselancar di Lumpur Mencari Kerang
Manongkah merupakan tradisi mencari kerang dengan menggunakan alat bernama tongkah yang dilakukan oleh suku laut yang ada di Indragiri Hilir yakni suku Duano. Suku Duano merupakan suku laut Indragiri yang tinggal di pesisir laut. Umumnya mereka memiliki ciri-ciri kulit hitam, dengan pekerjaan utama suku ini adalah menjadi nelayan. Menangkap kerang, kupang dan lokan merupakan hal yang sering dilakukan. Menjaring, merawai, dan menongkah merupakan keahlian suku yang juga suka nomaden tersebut.


Sebagai salah satu warisan budaya daerah suku tradisional di Riau, menongkah telah dikenal sejak tahun 1685 tepatnya di daerah perkampungan suku laut Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hilir. Tradisi ini bahkan diketahui menjadi inspirasi terlaksananya even olahraga selancar (surfing) yang pertama kali di dunia, yakni di Hawai pada tahun 1767. Selanjutnya berkembang menjadi skateboard pada tahun 1940 di Amerika Serikat. Dengan demikian, sebagai salah satu tradisi yang sudah sangat lama, sangat patut jika manongkah masuk ke dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda asal Riau yang sedang dikurasi di tahun 2017.

Mengenal Alat Tongkah
Tongkah di dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai papan yang digunakan sebagai tumpuan atau titian dan dipasang di tempat becek atau basah. Rata-rata panjang alat ini 2 m sampai 2,5 m dengan Lebar 50 cm sampai 80 cm dan ketebalan 3 cm sampai 5 cm. Jenis kayu yang digunakan biasanya adalah jenis kayu Pulai dan Jelutung.Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu besar dan utuh, atau bisa juga berupa gabungan dari belahan papan. Bagian ujung kayu tongkah berbentuk lonjong dan sedikit lentik ke atas. Hal ini bertujuan agar bisa bergerak dengan lancar. Bila kurang lentik biasanya kayu akan menancap ke dalam lumpur. Bentuk tongkah secara umum mirip dengan papan selancar yang banyak digunakan oleh para peselancar. Papan tongkah ini digunakan sebagai tumpuan salah satu kaki dalam bergerak mencari kerang yang ada di dalam lumpur.


Waktu dan Lokasi Manongkah
Aktivitas manongkah biasanya dilakukan di Sungai Indragiri yang sedang surut. Pada saat air sedang surut bercampur lumpur, pada saat itulah orang mulai manongkah. Pada saat air pasang, biasanya manongkah sulit dilakukan. Untuk menandai kerang yang ada biasanya dengan munculnya gelembung-gelembung di aiar.

Dalam sebulan, biasanya kegiatan ini hanya bisa dilakukan sebanyak 20 kali. Biasanya sekitar pukul pukul 04.00 sampai 14.00 WIB, atau bisa juga di waktu malam hari. Jika malam hari, maka para penongkah biasanya menggunakan alat penerang. Kerang-kerang yang terkena cahaya lampu biasanya akan bersinar, dan pada saat inilah kerang-kerang akan ditangkap. Setidaknya terdapat beberapa lokasi pengambilan kerang, diantaranya adalah:
  1. Sungai Bidari,
  2. Sungai Besar,
  3. Sungai Kecil,
  4. Sungai Beruang,
  5. Sungai Bukit,
  6. Desa Sungai Laut,
  7. Sungai Gamak Kecil,
  8. Sungai Gamak Besar,
  9. Sungai Temiang Kecil,
  10. Sungai Temiang Besar,
  11. Sungai Menteli,
  12. Sungai Lada,
  13. Sungai Barogong,
  14. Sungai Keramat
  15. Desa Sungai Buluh

Konservasi Tradisi Manongkah
Pada awalnya, manongkah hanya semata-mata dilakukan sebagai sumber matapencaharian suku laut. Namun seiring waktu yang terus berkembang, pemerintah mulai menyadari manongkah merupakan tradisi budaya khas Indragiri yang harus dipertahankan. Pemerintah mulai menggelar Gerakan Manongkah Massal di Pantai Bidari Desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Merah yang dilakukan pada tahun 2008. Kegiatan manongkah yang diikuti lebih dari 500 orang tersebut mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI). Pemerintah bercita-cita menjadikan tradisi manongkah tersebut masuk ke dalam salah satu kebudayaan dunia yang dinaungi UNESCO. Untuk itu, pada tahun 2017, manongkah sedang diupayakan masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda di Kemdikbud sebagai jalan menuju pengakuan di tingkat dunia.

Salah satu hambatan dalam upaya pelestarian tradisi manongkah adalah kondisi alam yang mulai rusak. Dahulu ada banyak kerang yang bisa diambil setiap kali tongkah dijalankan. Namun seiring waktu, kerang mulai sedikit. Hal ini umumnya disebabkan karena adanya alat tangkap aktif yang ada di sekitar sungai. Tanah yang terus mengalami abrasi juga menjadi salah satu sebab mulai sulitnya ditemukan kerang.

Sumber foto :
JEJAK PETUALANG - HIDUP BERSAMA SUKU LAUT DUANO (26/9/16) 3-2
Akun Youtube TRANS7 OFFICIAL

[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Tak Benda Riau ]