Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tambang Batu Bara Ombilin, Tambang Tertua dan Satu-satunya di Bawah Tanah Indonesia

Tambang Batu Bara Ombilin, Tambang Tertua dan Satu-satunya di Bawah Tanah Indonesia
RiauMagz.com - Sawahlunto di Sumatera Barat dikenal sebagai kota yang kaya dengan nilai-nilai sejarah, arsitek dan arkeolog. Sumberdaya budaya kawasan ini telah mengundang decak kagum banyak kalangan hingga akhirnya mengantarkan daerah ini meraih predikat sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 345/M/2014.

Mengenal Sawahlunto dan Tambang Batu Bara Ombilin sebagai Cagar Budaya Indonesia

Kota Sawahlunto menyajikan identitas sejarah pada masa kejayaan penambangan batu bara. Orang Belanda menyebut Sawahlunto sebagai Lunto Kloof atau Lembah Lunto. Masyarakat juga menyebutnya sebagai Sawah Aru karena banyak tumbuh tumbuhan Aru sejenis bambu di sekitar daerah persawahan itu.

Berawal dari penelitian C. De Groot di tahun 1858 yang menemukan batubara di Padang Sibusuk sekitar 20km dari Ombilin. De Groot tidak kembali ke daerah itu lagi tetapi tetap melaporkan temuannya kepada Belanda. Temuan De Groot ini menyebabkan Belanda mengirimkan Willem Hendrik de Greeve (WH de Greve atau De Greve) di tahun 1868 dan menemukan batubara di Ombilin dan mulai berproduksi di tahun 1891.

Kejamnya aktivitas penambangan batu bara di masa lalu yang terjadi di kota ini dituliskan oleh Erwiza Erman dalam bukunya berjudul "Lorong-Lorong Kelam Perantaian". Sejarah tersebut secara langsung telah berpengaruh terhadap simbol-simbol kota yang saat ini bisa ditemukan.

Penelitian kesejarahan telah banyak dilakukan di antaranya dilakukan oleh Zubir (2014) yang mengkaji tentang kehidupan buruh tambang batubara Ombilin Sawahlunto pada kisaran tahun 1891-1927. Asoka (2005) dalam bukunya menuliskan tentang bagaimana kondisi Sawahlunto kemarin, hari ini dan hari esok. Di antaranya mengenai dinamika kota pasca penjajahan, pembebasan areal lahan tambang dan sebagainya.

Sawahlunto memiliki kekayaan budaya yang cukup tinggi. Tenun bagi orang Silungkang di daerah ini bukan semata-mata hasil kerajinan yang bernilai ekonomi tetapi juga menjadi identitas kebudayaan. Dalam hal bahasa, Sawahlunto memiliki karakter bahasa yang unik yakni Bahasa Tansi sebagai bahasa Kreol (campuran) yang diakibatkan buruh penambangan di pedalaman Sumatera Barat ini.

Sisa-sisa penambangan yang ada di daerah Sawahlunto sangat berpotensi dikembangkan menjadi aspek pariwisata. Sisa-sisa bangunan penambangan di kota tersebut dapat dikembangkan menjadi bentuk museum hidup (living museum). Selain itu, juga memungkinkan untuk dikelola sebagai bentuk wisata alam dan wisata sejarah yang menarik untuk dikelola. Melalui objek-objek sejarah yang tersisa tersebut, pengunjung akan mendapat gambaran tentang kondisi kepedihan masyarakat di zaman penjajahan Belanda di waktu lampau.

Hingga tahun 2011 BP3 Batusangkar bekerjasama dengan Pemerintah Kota Sawahlunto telah berhasil menginventarisir sebanyak 74 Cagar Budaya. Sejak tahun 2004 hingga 2013 telah dilakukan berbagai upaya pelestarian seperti pemugaran fisik, penataan ruang, dokumentasi, penghijauan, pembangunan fasilitas tambahan dan sebagainya.

Penetapan Sebagai Warisan Dunia

Penetapan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai satu lagi Warisan Cagar Budaya Dunia yang dimiliki Indonesia menjadi kebangggaan tersendiri bukan hanya bagi masyarakat Sumatera Barat tetapi juga Indonesia seluruhnya. Setelah Borobudur, Prambanan, Situs Sangiran, Sistem Subak Bali, kini Sawahlunto pun menyusul dengan potensi wisata dan budayanya yang cukup tinggi. Sejarah Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto yang memakan waktu lebih dari 100 tahun dengan berbagai penyebab dan dampak yang terjadi di daerah tersebut, menjadi penilaian bagi penetapan tambang tersebut sebagai Cagar Budaya dan ditetapkan menjadi Warisan Dunia (World Heritage).

Penetapan sebagai Warisan Dunia ini dilakukan di Pertemuan Komite Warisan Dunia yang dilakukan pada tanggal 6 Juli 2019 lalu di Kota Baku, Azerbaijan. Kegiatan rutin Komite Warisan Dunia tersebut diselenggarakan sejak 30 Juni hingga 10 Juli 2019.

Pada saat itu, dilakukan penetapan warisan dunia sebanyak 36 situs termasuk salah satunya Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto. Kota dengan lokasi 95 km dari Kota Padang tersebut dipandang memenuhi syarat-syarat internasional untuk diinkripsi menjadi warisan dunia.

Salah satu potensi unik yang menyebabkan tempat ini masuk dan memenuhi kriteria internasional adalah dengan adanya sistem Tiga Serangkai yang dilakukan oleh penjajah Belanda di masa lampau. Tiga Serangkai tersebut meliputi, aktivitas penambangan yang ada di Sawahlunto, lalu dibawa keluar Sawahlunto menggunakan kereta api, dan penyimpanan yang dilakukan di Pelabuhan Emmahaven atau yang dikenal dengan nama Teluk Bayur. Hal ini menunjukkan perkembangan teknologi yang cukup baik pada abad ke-19 dengan memadukan kearifan lingkungan lokal dan praktik tradisional dari masyarakat setempat.

Inilah Fakta-Fakta di Balik Penetapan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sebagai Cagar Budaya Indonesia yang menjadi Warisan Dunia. Sebagai orang Indonesia yang belum tahu banyak tentang daerah di Sawahlunto tersebut mungkin masih bertanya-tanya mengapa kawasan ini bisa masuk dalam daftar warisan dunia. Berikut ini beberapa fakta yang dikutip dari Kompas.com dan beberapa sumber lainnya.

Fakta Tentang Tambang Batu Bara Ombilin

  1. Terpilih karena Memiliki Dua Keunggulan
    Daerah ini terpilih karena unggul dalam dua poin Nilai Universal Luar Biasa yang ditetapkan, yakni pertama menunjukkan pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan Eropa yakni terkait eksploitasi batu bara yang dilakukan awal abad ke-19 di daerah tersebut. Kedua, dari segi arstiektur bangunan menggambarkan tahapan penting dalam perkembangan manusia.
  2. Satu-Satunya Tambang Bawah Tanah yang ada di Indonesia
    Penambangan yang dulunya dikelola Belanda ini untuk selanjutnya dikelola PT. Bukit Asam Tbk dan dikenal sebagai satu-satunya tambang bawah tanah yang beroperasi di Indonesia.
  3. Kota Industri
    Sawahlunto dahulunya merupakan kota industri yang dikenal sebagai penghasil batu bara. Selama masa penambangan yang berlangsung pada abad ke-19, tempat ini berfungsi sebagai industri tambang, area komersial, perdagangan, pemukiman, administrasi hingga utilitas pemukiman.
  4. Tambang Tertua di Asia Tenggara
    Lokasi tambang di daerah Sawahlunto ini menjadi lokasi pertambangan batubara tertua yang ada di daerah Asia Tenggara dan beroperasi pada awal abad ke-19. Secara geografis kota tersebut terletak di sebuah lembah yang sempit dan dikelilingi beberapa bukit.
  5. Beberapa Bangunan Asli yang Tersisa
    Di tempat ini kita masih bisa menemukan sisa-sisa bangunan asli yang menjadi potensi destinasi wisata dan kekayaan sejarah, di antaranya Terowongan Mbah Soero, Tangsi Baru dan Tanah Lapang, pabrik kereta api, perumahan pekerja tambang dan sebagainya.
  6. Mempekerjakan Orang Rantai
    Istilah orang rantai atau ketingganger diberikan yang ada pada masa penjajah Belanda merupakan sebutan yang diberikan kepada tahanan kriminal dan politik penjajah Belanda. Mereka dipekerjakan di tempat tersebut dengan kondisi tangan, kaki hingga leher yang diikat. Mereka dijadikan kuli di tempat penambangan tersebut.
  7. Menyerupai Pertambangan di Belgia
    Pertambangan yang ada di kawasan Sawahlunto ini memiliki kemiripan dengan pertambangan Major Mining Sites of Wallonia yang ada di Belgia. Kesamaan tersebut dapat terlihat dari bentuk infrastruktur dan cara perekrutan tenaga kerja yang dilakukan. Pengaruh bentuk arsitektur yang ditampilkan, bentuk lahan, tata kota hingga budaya yang dimunculkan juga memiliki kesamaan. Ini tentu saja sangat menarik untuk menjadi kajian para budayawan atau ilmuan yang ingin menggali informasi atau riset.
  8. Menawarkan Pilihan Berbagai Tempat Wisata
    Di tempat ini ada banyak sekali tempat wisata yang bisa dikunjungi. Mulai dari tempat penambangan, sisa-sisa bangunan hingga berbagai kantor-kantor yang masih beroperasi. Tak hanya itu, di Sawahlunto juga terdapat berbagai destinasi wisata alam seperti yang umum kita temukan di Sumatera Barat seperti danau, kebun binatang, arena pacuan kuda dan sebagainya.
  9. Munculnya Bahasa Tansi Sawahlunto
    Bahasa Tansi yang berkembang khusus di daerah Sawahlunto ini merupakan bahasa Kreol (Creole Language) atau bahasa Kacukan (campuran berbagai unsur) atau bahasa campuran sebagai turunan dari bahasa Pijin (Pidgin Language / bahasa kontak).

    Bahasa Tansi atau sebagian menyebutnya Bahasa Tangsi atau Bahasa Slunto ini muncul karena unsur campuran berbagai bahasa karena adanya kontak antar manusia pengguna bahasa yaitu para buruh tambang yang didatang oleh Belanda untuk mengerjakan tambang batu bara Ombilin tersebut. Para buruh yang berasal dari Jawa, Madura, Sunda, Bali, Bugis, Batak, Cina dan dari Minang itu sendiri, itu menggunakan bahasa ibu masing-masing yang kemudian terjadi perubahan penggunaan bahasa di daerah Sawahlunto ini berbasis bahasa Melayu. Bahasa Tansi menjadi Bahasa Kreol pertama di Indonesia yang tumbuh dan berkembang dari latar belakang dunia perburuhan dan berada jauh di pedalaman, bukan di pesisir seperti yang terjadi pada umumnya.

Bangga jadi orang Sumatera Barat, bangga jadi orang Indonesia. Perkembangan wisata halal yang cukup pesat di Sumatera Barat semakin memungkinkan kawasan tambang batu bara di Sawahlunto menjadi destinasi wisata favorit mancanegara. Sejak ditetapkannya tempat tersebut sebagai warisan dunia, pemerintah telah melarang aktivitas penambangan batu bara. Termasuk yang dilakukan secara ilegal guna melindungi situs warisan dunia tersebut.



RiauMagz, Wisata Sumbar tepatnya wisata di Kabupaten Sawahlunto salah satunya adalah Tambang Batu Bara Ombilin yang memiliki sejarah panjang dan fakta-fakta yang membuat kita berdecak kagum. Termasuk pertumbuhan dan perkembangan Bahasa Tansi di Sawahlunto yang menjadi bahasa ke-empat yang ada di Sumatera Barat.

Sumber :
Kemdikbud RI
Zaiyardam Zubir dan Zulqaiyyim, Rontoknya Dominasi Negara di Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto, Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Halaman 15-26, Nomor II, Vol: I Tahun 2014.
Andi Asoka, dkk. Sawahlunto Dulu, Kini dan Esok : Menyongsong Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Pusat Studi Humaniora (PSH) Universitas Andalas, Padang, 2005.
Cyndi Dwi Rahmadani, Prof. Dr. Isjoni M.Si, Drs. Tugiman MS, Sejarah Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto Pada Masa Pemerintahan Belanda (1891-1942) (HISTORY OF COAL MINE OMBILIN SAWAHLUNTO DURING THE REIGN OF THE DUTCH (1892-1942)), JOM FKIP VOLUME 5 Edisi 1, Januari –Juni 2018.
Elsa Putri Ermisah Syafril, Menggali Bara, Menemu Bahasa: Bahasa Tansi - Bahasa Kreol Buruh dari Sawahlunto, Pemerintah Kota Sawahlunto, Yogyakarta, 2011.
Erwiza Erman, Lorong-lorong Kelam Perantaian, Verbum Publishing, Pemerintah Kota Sawahlunto, Jakarta, 2010.


Sumber Foto : KITLV
KITLV A356 - Ombilin steenkolenmijnen te Sawahloento (Tambang batubara Ombilin di Sawah Loento)
Author/creator : Demmeni, J.
Published : [Circa 1910]
Note : Souvernir der Padangsche Bovenlanden. Uitgave: Winkl Mij. v/hn P. Baumer & Co., Padang.

https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/912020?solr_nav%5Bid%5D=c8898bf8eb06e2fec4d0&solr_nav%5Bpage%5D=21747&solr_nav%5Boffset%5D=9