Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Togak Tonggol Pelalawan - Warisan Budaya Tak Benda Riau 2020

Togak Tonggol Pelalawan - Warisan Budaya Tak Benda Riau 2020

RiauMagz.com - Togak Tonggol merupakan tradisi budaya adat istiadat Pelalawan khususnya masyarakat asli Petalangan yang menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Provinsi Riau tahun 2020 yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Mendikbud RI Nomor 1044/P/2020 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2020 dari Provinsi Riau. Tradisi budaya Pelalawan ini dilakukan dengan menegakkan Tonggol kebesaran pebatinan dan suku yang dilakukan masyarakat Petalangan yang ada di Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan. Wilayah ini berada pada naungan Datok Rajo Bilang Bungsu.

Apa itu Tonggol?

Tonggol atau Tonggul merupakan kain berbentuk persegi empat yang pada bagian bawahnya dibuat berjumbai-jumbai. Tonggol ini biasanya dimiliki orang-orang tertentu dari masyarakat suku Petalangan di Langgam dalam pebatinan Petalangan Kurang Oso Tigo Puluah, seperti penghulu, batin, dan ketiapan (pembantu batin dan induk suku). Setiap kelompok ini memiliki tonggol khusus dengan warna-warna yang khas yang berbeda antara Tonggol suku lainnya yang bermakna marwah kesukuan. Togak Tonggol juga bermakna sebagai alat-alat kebesaran adat suku atau tonggak lambang atau menaikan lambang kebesaran kesukuan. Dalam Mandi Balimau maka yang ditegakkan adalah Tonggol. Berbeda dengan Mandi Balimau Sultan, maka yang akan ditegakkan adalah panji-panji.

Tonggol tidak berdiri sendirian, tetapi dilengkapi dengan Pendamping Tonggol dan Ule-ule atau Ula-ula. Semua warna dapat digunakan sebagai warna tonggol, kecuali warna kuning. Sebab warna kuning merupakan warna kebesaran milik Sultan.

Pada tonggol yang ada bisa dihiasi dengan warna-warna lain. Beberapa warna dengan makna khusus di antaranya:

  1. Warna hitam melambangkan nilai adat
  2. Warna putih melambangkan nilai agama (alim ulama)
  3. Kuning melambangkan makna raja
  4. Hijau melambangkan makna rakyat

Keberadaan dari tonggol tersebut merupakan alat kebesaran pebatinan dan pesukuan, dan juga diwariskan secara turun temurun. Tegak berdirinya Tonggol atau Togak Tonggol memberi tanda bahwa datuk adat dapat melindungi anak kemenakan dan seluruh keluarga dalam suku tersebut dan dalam hubungan yang harmonis tanpa perseteruan. Rumah Soko (rumah suku) yang dikelola oleh pihak perempuan (sanak padusi) akan menyimpan setiap tonggol milik suku. Tonggol yang panjangnya sekitar 3 meteran digulung di dalam tikar, lalu disimpan di rumah Soko. Jika datuk bermasalah dengan anak kemenakan dan keluarga, maka pihak perempuan pengelola Rumah Soko tentunya tidak akan mau mengeluarkan Tonggol.

Tonggol dikeluarkan dengan cara dimulai dari Sanak Padusi menyerahkan Tonggol kepada Mamak Suku. Kemudian Mamak Suku menyerahkan kepada Ketua Jantan untuk ditegakkan. Jika semua Tonggol ditegakkan, maka akan berjumlah 63 buah Tonggol.

Ketika Tonggol telah tegak keseluruhannya, maka Datuk pun menyampaikan petatah petitih adat agar anak kemenakan dan seluruh keluarga agar selalu berbuat baik. Bagi yang melanggar petuah adat ini akan dikenakan hukum adat.

Tonggol yang ditegakkan pada pagi hari maka harus diturunkan pada sore hari karena Tonggol tidak boleh tetap tegak sampai malam hari. Penurunan Tonggol sore hari pun dilakukan dengan upacara tradisi adat juga.

Ketika Tonggol akan disimpan kembali ke Rumah Soko, maka prosesi diatas diurut secara terbalik. Ketua Jantan menurunkan tonggol lalu menyerahkan kepada Mamak Suku. Mamak Suku akan menyerahkan kepada Sanak Padusi untuk disimpan dalam Rumah Soko. Jika ketiga pihak ini bermasalah, maka Tonggol tidak akan dapat ditegakkan. Tonggol ditegakkan dengan posisi mirin atau condong ke tengah sebagai perwujudan akan ketaatan, ketaklukan, dan kepatuhan kepada Datuk.

Tonggol ini memiliki makna marwah bagi setiap suku, oleh karena itu menegakkan tonggol sebagai tradisi juga dimaknai sebagai menegakkan marwah dari suku terkait. Ini menjadi pertanda bahwa ninik mamak didukung kebersamaannya oleh anak kemenakan dan keluarga keseluruhan.

Makna Tradisi Togak Tonggol

Selain memiliki makna marwah atau harga diri, tradisi Togak Tonggol ini juga memiliki makna penting lainnya, yakni:

  1. Tegaknya tonggol tersebut menandakan bahwa kondisi anak kemenakan (keponakan) yang berada dalam lindungan datuk adat sedang dalam kondisi yang harmonis, tidak ada masalah ketegangan hubungan yang terjadi.
  2. Jika kondisi hubungan antara datuk adat dan anak kemenakan dalam kondisi yang tidak harmonis maka akan sulit mengeluarkan tonggol dari rumah suku.
  3. Jika seorang batin atau ketiapan sudah tidak bisa lagi menegakkan tonggol maka maknanya pemimpin suku itu tidak dapat melindungi anak kemenakannya lagi. Hal ini menjadi kondisi yang sangat memalukan bagi suku Petalangan.
  4. Tonggol utama yang harus ditegakkan lebih dulu adalah tonggol milik Datuk Rajo Bilang Bungsu, jika tonggol ini tidak bisa ditegakkan karena satu masalah dan/atau lain hal, maka tradisi tegak tonggol itu sendiri tidak bisa dilakukan karena Tonggol yang lain tidak akan tegak tanpa Tonggol Datuk Rajo Bilang Bungsu.

Syarat-Syarat Tradisi Togak Tonggol

Sebagai simbol dan alat kebesaran marwah, togak tonggol ini tidak bisa dilakukan setiap saat atau sembarangan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi lebih dulu antara lain:

  1. Tersedianya balai acara
  2. Adanya gondang ogung
  3. Menyediakan satu ekor kambing
  4. Tradisi pencak silat

Dalam suku Petalangan, syarat-syarat ini termakna dalam kalimat :

apobilo kebesaran itu nak naik,

balai talintang,

agong tatongkuik,

kambing tabebek,

silat tari dimainkan.

Tradisi Togak Tonggol bermula dari daerah Tambak di Langgam sudah bertahun-tahun lalu. Tradisi ini dilaksanakan pada acara pernikahan ataupun acara lainnya. Apabila syarat tidak terpenuhi maka dipercaya dapat terjadi bencana. Namun, seiring dengan waktu masyarakat mulai berpikir bahwa syarat tersebut cukup berat. Saat ini pelaksanaan tradisi Togak Tonggol ini dilakukan secara simbolis pada momen perayaan hari besar tertentu saja. Misalnya pada saat menjelang Ramadan atau pun Hari Raya Kurban. Tradisi Togak Tonggol juga dilakukan secara bersama-sama dengan tradisi lain dan menjadi rentetan acara tradisi mandi balimau.

Tujuan Pelaksanaan Tradisi Togak Tonggol

Sebagai simbol marwah adat kesukuan, tradisi Togak Tonggol memiliki beberapa tujuan khusus dalam pelaksanaannya, antara lain:

  1. Menjalin silaturrahim, dimana tradisi ini dilakukan dalam rangka menjaga silaturrahim antara pihak batin, ketiapan hingga anak cucu kemenakan. Memastikan hubungan antar sesama dalam keadaan baik-baik saja dan tidak ada kondisi ketegangan dan sejenisnya.
  2. Menjalin hubungan yang baik antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah. Tradisi kesukuan Togak Tonggol bukan hanya berfungsi secara internal untuk masyarakat suku Petalangan, tetapi juga diharapkan mampu memberikan hubungan yang baik dengan pemerintah setempat. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat adat dan dihadiri pihak pemerintah akan memberikan interaksi hubungan yang lebih harmonis.
  3. Menunjukan Keunikan Tradisi Adat Setempat. Togak Tonggol juga dimaksudkan sebagai bentuk pertunjukan tradisi budaya yang unik dari masyarakat Petalangan di daerah Langgam. Potensi tradisi yang unik dan diharapkan bisa terus terjaga keberadaannya dan pelaksanaannya berikut makna dan tujuan yang positif dari pelaksanaan tradisi tersebut.
  4. Pelestarian budaya dalam kondisi perubahan zaman yang terus berubah dan mempertahankan pedoman; dalam kehidupan sehari-hari

Togak Tonggol sebagai Warisan Budaya Tak Benda Riau (WBTB) Tahun 2020

Togak Tonggol menjadi satu dari sepuluh Warisan Budaya Tak Benda asal Riau yang ditetapkan di tahun 2020 secara nasional. Kemendikbud telah menetapkan 51 WBTB atas nama Provinsi Riau sejak 2013 lalu. Penetapan ini didasarkan pada potensi sosial ekonomi budaya yang dimiliki tradisi ini bagi masyarakat setempat. Selain itu, kondisi konservasi yang sudah mendesak dari tradisi yang sudah banyak dilupakan orang menjadi alasan mengapa tradisi ini perlu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun 2020.

10 Karya Budaya WBTb tahun 2020 Provinsi Riau yang ditetapkan oleh Kemendikbud :

  1. Gambus Selodang (Siak)
  2. Tari Inai Pinggan Dua Belas (Rohil)
  3. Togak Tonggol (Pelalawan)
  4. Nolam (Kampar)
  5. Tari Poang (Siak)
  6. Gawai Gedang Talang Mamak (Inhu)
  7. Syair Ibarat Khabar Kiamat (Inhil)
  8. Upah-upah (Rokan Hulu)
  9. Tari Zapin Pecah Dua Belas (Pelalawan)
  10. Ma’awuo Danau Bokuok (Kampar).

Ditetapkannya Togak Tonggol sebagai WBTB tahun 2020 diharapkan akan bisa membantu hal-hal berikut:

  1. Menjaga kelestarian tradisi unik yang positif ini di kalangan masyarakat suku terkait sebagai kekayaan budaya masyarakat Riau secara umum.
  2. Memberikan kesempatan dan peluang pengembangan tradisi Togak Tonggol untuk mendorong pengembangan pariwisata dan budaya daerah setempat secara khusus dan Riau secara umum.
  3. Menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk membuat langkah, program dan kebijakan yang mendorong konservasi tradisi budaya Togak Tonggol. Jika dimanfaatkan.

Tradisi Togak Tonggol Pelalawan, Provinsi Riau, sekarang diadakan secara rutin menjelang bulan Ramadhan sebagai tradisi tahunan yang didukung oleh pemerintah, yang diikuti oleh setiap pebatinan dan ketiapan.

Keunikan tradisi Tegak Tonggol dengan nilai yang sangat mengakar dengan tradisi budaya Melayu dapat menjadi identitas nilai budaya dari masyarakat Riau sendiri. Keberhasilan pemerintah memberdayakan berbagai WBTB yang telah ditetapkan akan memberikan imbas dan pengaruh positif bukan hanya bagi kekayaan budaya Riau, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata secara umum. Budaya yang sudah langka tersebut perlu dikenalkan pada generasi muda agar lebih dikenal dan diketahui makna dan kebaikannya.


Sumber bahan bacaan, foto dan video :

Lamriau.id (Sita Rohana)

Kemdikbud RI

Dinas Kebudayaan Provinsi Riau (Bidang Rekayasa Budaya) 2017

Putri Hardyanti; Sistem Nilai Dalam Tradisi Togak Tonggol Dikecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan; Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; JOMFISIP Vol. 6: Edisi I Januari –Juni 2019.






RiauMagz, Wisata Riau, Budaya Togak Tonggol Pelalawan Riau.