Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Suku Laut di Kepulauan Riau

Suku Laut di Kepulauan Riau anak suku laut sampan kajang batam lingga

Suku Laut di Kepulauan Riau
Kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki hampir 99% luas daerahnya sebagai kepulauan telah membuat kelompok masyarakat suku laut tinggal cukup banyak di kawasan ini. Di daerah Kepri, suku laut biasanya ditemukan di beberapa daerah yaitu pulau-pulau dan muara sungai di Kepulauan Riau-Lingga, daerah Pulau Tujuh, Kepulauan Batam, dan juga pesisir serta pulau-pulau di kawasan lepas pantai Sumatera Timur serta Semenanjung Malaya bagian selatan. Dalam catatan naskah miliki Kamaruddin, dicantumkan bahwa suku laut telah menghuni daerah pesisir Batam sejak tahun 231 M. Pada tahun 1300 M, Batam berada dalam kekuasaan Kerajaan Melayu.

Pada masa inilah masyarakat suku laut Batam juga menjadi salah satu benteng pertahanan lautan kerajaan tersebut. Suku laut di kawasan Kepulauan Riau mendiami kawasan RI yang berbatasan dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam. Atau tepatnya berada pada 4º15-0º48’LS dan 103º10’BT - 109º00’BT. Lokasi ini merupakan jalur laut yang strategis serta jalur pelayaran internasional yang cukup padat.

Dikatakan sebagai suku laut karena memang suku ini beraktivitas sepenuh hidup mereka di lautan. Mereka tinggal disebuah perahu khusus yang disebut dengan perahu atau sampan kajang yang lebar. Terbuat dari bahan kayu berukuran 1,5 x 5 meter. Di sini mereka akan tinggal, memasak, mencuci, tidur bahkan melakukan pernikahan bersama sesama suku mereka. Pekerjaan umum yang dilakoni para suku laut adalam sebagai nelayan. Hasil dari tangkapan ikan tersebut mereka bawa ke daratan, lalu kemudian dijual kepada toke ikan. Mereka tak meminta uang, tetapi ikan tersebut ditukar dengan kebutuhan hidup secara langsung seperti beras, gula, bahan makanan hingga pakaian. Sistem barter masih berlaku pada masyarakat suku laut tersebut. Kehidupan suku laut sering berpindah-pindah. Mereka mengharungi lautan tanpa mengetahui batas teritorial suatu daerah, sehingga tak heran jika mereka sering berada di daerah yang berbeda.

Suku Laut di Kepulauan Riau anak suku laut sampan kajang batam lingga

Secara fisik orang suku laut sangat tangkas menghadapi gangguan di laut seperti badai, gelombang, angin dan sebagainya. Anak-anak mereka telah dilatih sejak usia dini untuk menjadi penangkap ikan yang tangguh. Sejak usia 12 tahun, setidaknya anak suku laut telah mampu menombak ikan pada jarak 10 meter. Meskipun demikian, keberadaan suku laut kian memprihatinkan dalam hal ekonomi. Menangkap ikan yang dilakukan banyak orang saat ini umumnya menggunakan teknologi sehingga dimungkinkan hasilnya lebih banyak. Sementara orang suku laut hanya menggunakan alat-alat sederhana, hal ini membuat hasil tangkapan lebih sedikit. Ditambah lagi faktor cuaca dan penggunaan teknologi yang digunakan oleh perusahaan asing dalam menangkap ikan. Hal ini membuat kondisi ekonomi suku laut semakin sulit. Kemiskinan menjadi hal yang tak bisa dielakkan dari suku tersebut.

Pada tahun 2010, tingkat pendidikan anak-anak suku laut di daerah Kepulauan Riau hampir 99% hanya sampai pada Sekolah Dasar. Untuk level SMA, jumlahnya semakin kecil. Biasanya setelah tamat SD, anak-anak akan dilatih ke laut oleh orang tuanya sehingga kembali menjadi sahabat laut. Hampir tidak ada suku laut di Kepulauan Riau yang memiliki taraf kehidupan baik atau bekerja pada profesi tertentu seperti guru. Terlebih lagi mengecapi pendidikan di Perguruan Tinggi.

Suku Laut di Kepulauan Riau anak suku laut sampan kajang batam lingga

Bahasa yang digunakan orang suku laut hampir sama dengan bahasa melayu. Sering disebut sebagai bahasa melayu lokal. Karena kebiasaannya yang suku berkelana di lautan, suku laut ini sering dijuluki sebutan ‘kelana laut’. Meskipun begitu, terkadang orang laut juga bisa singgah di daratan. Biasanya mereka melakukan hal ini untuk dua keperluan, selain menukar hasil laut dengan bahan makanan di daratan, juga karena untuk berlindung dari cuaca badai buruk yang ada di lautan. Penggunaan bahan-bahan kimia untuk penangkapan hasil laut secara langsung telah mengancam eksistensi suku laut di mana saja mereka berada. Hasil tangkapan yang menurun jelas akan berdampak pada kondisi kehidupan suku tersebut.

Suku laut merupakan istilah sebutan yang diberikan oleh orang luar, sementara suku laut sendiri menyebut suku mereka dengan berbagai nama, diantaranya:
  1. Orang Laut yang ada di sekitar Pulau Batam, Bintan, Mantang dan juga Kelong menyebut diri mereka sebagai suku bangsa Mantang.
  2. Orang Laut yang ada di sekitar perairan Pulau Mapur, Kelong dan juga Toi menamakan diri sebagai suku bangsa Mapur
  3. Orang Laut yang ada di sekitar Pulau Pancur dan Lingga menyebut diri mereka sebagai suku bangsa Barok.

Dahulu, suku laut yang ada di kawasan Kepulauan Riau umumnya mengaku beragama Islam. Hal ini disebabkan pengaruh kejayaan Kesultanan Malaka sebagai kerajaan Islam. Meski sebagian praktik ibadah yang dilakukan suku laut masih bercampur dengan kepercayaan animisme. Akan tetapi saat ini, sebagian suku laut yang ada di Kepulauan Riau mengaku beragama Kristen. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan gereja GPIB di Pulau Boyan.

Suku Laut di Kepulauan Riau anak suku laut sampan kajang batam lingga

Salah satu daerah di Bintan yang dihuni oleh suku laut adalah Desa Air Kelubi, Kecamatan Bintan Pesisir, Pulau Bintan. Di sini didiami 40 Kepala Keluarga dari suku laut. Di tempat ini dibangun rumah-rumah sederhana yang merupakan bantuan dari pemerintah. Pekerjaan utama masyarakat suku laut tetap sebagai nelayan. Jika hujan atau badai datang, rumah mereka terkadang rusak. Sejak tahun 1980-an, masyarakat suku laut di tempat ini didorong pemerintah untuk tinggal menetap dengan bantuan yang ada. Selanjutnya suku ini diislamkan dan diharapkan mampu menjalani kehidupan sebagaimana masyarakat yang tinggal di daratan.

Foto Suku Laut di Kepulauan Riau di Batam dan Daik Lingga :
TransTv
Tanjung Pinang Tv
Adam Dewi

[RiauMagz | Wisata Riau]