Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rumah Lontiok Kampar - Warisan Budaya Tak Benda Riau


Rumah lontiok (lentik) merupakan rumah adat masyarakat Kabupaten Kampar Provinsi Riau yang pada tahun 2017 masuk dalam daftar penilaian Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional ditinjau dari seni, adat istiadat dan budaya. Rumah lontiok disebut juga dengan sebutan rumah lancang atau pencalang.
Mengenal Bentuk Rumah Lontiok
Bentuk yang khas dari rumah lontiok adalah atapnya yang membentuk lengkungan ke arah atas atau sedikit lentik dan runcing. Dindingnya sedikit mirip keluar, bagian kaki dinding berbentuk lancang atau perahu. Menggunakan tongkat kayu yang cukup tinggi, melebihi ketinggian orang dewasa. Untuk naik ke atas rumah menggunakan tangga kayu yang jumlahnya ganjil, biasanya 5 anak tangga yang merupakan symbol dari 5 rukun Islam. Bentuk lentik dari atap rumah diyakini sebagai bentuk penghormatan seorang manusia kepada Tuhan dan sesamanya.

Bagian dinding luar dari rumah lontiok tersebut miring ke luar seluruhnya yang merupakan budaya Kampar yang asli, sementara dinding bagian dalamnya tegak lurus. Balok tumpuan untuk dinding luar juga melengkung ke atas, kadang-kadang menggunakan sambungan ukiran di bagian sudut-sudut dinding, hingga terlihat mirip dengan perahu. Bagian balok tutup atas juga tampak melengkung meskipun tidak selengkung balok tumpuan. Lengkungan mengikuti sisi bawah bidang atap. Kedua ujung dari perabung diberi hiasan yang sering disebut dengan sulo bayung. Sementara ornament pada keempat sudut cucuran atap disebut sayok lalangan. Bentuknya ada yang menyerupai tanduk kerbau, bulan sabit dan sebagainya.

Rumah lontiok yang berbentuk rumah panggung tersebut memiliki bagian kolong rumah yang cukup tinggi. Salah satu alasan mengapa konstruksi rumah dipilih seperti ini diantaranya:
1. Melindungi masyarakat dari binatang buas pada masa dahulu
2. Bagian kolong sering dijadikan tempat berternak oleh sebagian masyarakat
3. Menghindari bencana banjir yang kerap terjadi di daerah Kampar, dari dulu hingga sekarang.
4. Dijadikan sebagai tempat menyimpan perahu oleh masyarakat
5. Ada yang menggunakan kolong rumah sebagai tempat bertukang dan gudang kayu
6. Kolong rumah juga dijadikan sebagai tempat bermain anak-anak yang aman dan tak jauh dari rumah.

Jenis kayu yang digunakan untuk bangunan rumah lontiok adalah kayu-kayu keras yang dapat bertahan lama. Diantaranya kayu kulim, terembesi, resak atau kayu punak. Lantai biasanya terbuat dari kayu medang atau punak, tiang terbuat dari kulim atau punak, jendela dan dinding terbuat dari kayu-kayu sejenis. Pada masa dahulu, bagian atap dibuat menggunakan ijuk, rumbia atau daun nipah.


Rumah lontiok biasanya memiliki tiga ruangan, tiga ini sesuai dengan pepatah hidup masyarakat Kampar, yakni alam berkawan (pergaulan sesama warga kampung), alam bersamak (merupakan cerminan ruang tengah untuk keluarga dan kerabat), serta alam semalu (dilambangkan dengan ruang dapur yang merupakan ruang pribadi kehidupan berumah tangga). Untuk mendirikan sebuah rumah lontiok, biasanya diawali dengan musyawarah para ninik mamak kampung dengan pola gotong royong yang erat.

Saat ini keberadaan rumah lontiok menjadi salah satu objek wisata di Kampar. Daerah yang terkenal dikunjungi sebagai wisata rumah lontiok adalah Dusun Pulau Belimbing Desa Sipungguk, Kampar. Jumlah rumah lontiok kini tak banyak lagi seiring dengan pembangunan arsitektur modern. Rumah yang dijadikan sebagai tempat musyawarah adat suku Ocu ini patut terus dilestarikan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Provinsi Riau.


[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Tak Benda Riau ]