Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Batobo Kampar - Warisan Budaya Tak Benda Riau


Batobo Kampar - Warisan Budaya Tak Benda Riau
Sumber : LamRiau

Tradisi batobo merupakan salah satu tradisi masyarakat Riau yang saat ini sedang diajukan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) melalui sidang tim ahli di Kemdikbud pada tahun 2017. Tradisi yang memiliki nilai-nilai sosial cukup tinggi ini masuk dalam ajuan WBTB Riau 2017 bersama beberapa budaya tak benda lainnya.
Batobo
Batobo atau Toboh atau berkawan-kawan (berkelompok, bersama-sama) menjunjung prinsip kebersamaan dan kekeluargaan. Tujuannya adalah untuk pengelolaah lahan pertanian baik berkelompok secara umum maupun berkelompok secara pesukuan. Batobo berada dalam kondisi sudah berkurang dan masuk dalam kelompok seni tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda, termasuk cerita rakyat, naskah kuno, permainan tradisional. Persebaran seni Batobo ini meliputi wilayah Kampar, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu.

Dengan kondisi Pantun Batobo yang semakin berkurang baik dalam pelaksanaan maupun orang-orang pelaksananya, maka berbagai upaya terus dilakukan misalnya melalui pendokumentasian dan penelitian untuk pembelajaran serta pelatihan-pelatihan agar seni tradisi ini tidak hilang.

Salah seorang yang tetap gigih melaksanakan Batobo adalah ibu Siti Ruhani yang telah berumur 67 tahun. Beliau diusulkan sebagai guru atau Maestro Batobo yang dinilai memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang seni karya budaya Batobo.

Ada beberapa kajian akademis yang telah dilakukan terhadap Batobo salah satunya oleh Alvi Puspita dalam bentuk Skripsi untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Riau pada tahun 2009 yang berjudul Analisis Struktural Semiotik Teks Pantun Batobo.

Batobo di Kampar
Batobo bagi masyarakat Kabupaten Kampar, Bangkinang merupakan bentuk kelompok kerjasama yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pertanian secara bersama-sama di setiap lahan yang dimiliki anggotanya. Bagi yang tak memiliki tanah atau sawah, diperbolehkan ikut dalam batobo dengan tetap diberikan upah yang layak. Selain mengandung unsur gotong royong atau kerjasama, warga juga dididik untuk disiplin. Setiap warga yang memiliki sawah diminta membuat jadwal pengerjaan yang nantinya akan digarap secara bergiliran. Di dalam satu kelompok batobo, akan ditunjuk satu orang ketua kelompok yang mengatur system pengerjaan.

Seiring dengan perkembangan waktu, nilai-nilai sosial yang ada pada tradisi batobo mulai berubah kearah financial. Kelompok batobo mulai dikomersilkan. Pemilik sawah yang ingin memakai jasa batobo yang disewa harus membayar upah sejumlah yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi masyarakat yang mulai beralih dari bermatapencaharian petani menjadi profesi yang lainnya. Istilah bagi yang menjual jasa batobo adalah Manjual Parari. Sedangkan untuk yang membelinya diistilahkan dengan Mamboli Parari.

Batobo di Kuantan Singingi
Di daerah Kuantan Singingi, Lubuk Jambi, tradisi batobo juga dikenal. Sama halnya dengan tradisi di Kampar, batobo juga merupakan bentuk manajemen bersama yang dilakukan untuk menggarap sawah pertanian milik anggotanya. Uniknya di daerah Lubuk Jambi, batobo beranggotakan kalangan muda-mudi. Dalam batobo ini tak jarang menghasilkan hubungan diam-diam antara setiap pemuda dan pemudi yang menjadi anggota batobo. Dari batobo ini bisa dilanjutkan dengan kegiatan menjemput limau atau lamaran yang dilakukan menjelang Idul Fitri. Tradisi batobo di daerah Kuantan Singingi ini juga memiliki nilai sosial seperti kebersamaan, gotong royong dan sebagainya.

Penutupan Batobo
Acara penutupan batobo baik di Kampar maupuan Kuantan Singingi tersebut biasanya ditutup dengan acara doa bersama dan makan-makan diselingi hiburan musik tradisional. Kesenian seperti randai dan saluang biasanya juga dihadirkan dalam acara penutupan batobo. Beberapa acara lain yang biasanya ditampilkan dalam batobo tersebut diantaranya adalah:
  1. Tarian batobo, merupakan tarian berkelompok yang menceritakan kisah menanam padi di ladang. Para penari melakukan gerakan-gerakan seperti semak, manugal , menyiang ladang hingga menuai padi. Tarian ini juga biasanya dipadukan dengan music randai untuk daerah Kuantan Singingi.
  2. Nyanyian pantun yang khas juga dilantunkan, beberapa nyanyian tersebut seperti:
    tuai… nak padi… dituai…
    oi sipuluik nak… dibuek pokan
    tuai.. nak sayang amak sayang padi dituai
    amak mangai nak sayang, manca’i makan
    layang-layang tobang malayalang
    kain sasugi nak, pamagau bonio
    layang-layang tobang malayang nak sayang
    kain sasugi nak oi sayang
    pamagau bonio
    mo basamo poi ka ladang
    mananam padi sayang
    mananam bonio...

Selain nyanyian dan tarian, biasanya juga ditabuh bunyi-bunyian dari alat music rarak godang, yakni beberapa alat music seperti Talempong, Gong, Gendang dan sebagainya. Ada juga acara makan bersama berupa masakan sejenis bubur yang terbuat dari tepung dan santan, dimasak dalam wadah besar dan didoakan bersama. Acara ini biasanya dilakukan pada saat musim panen padi tiba sebagai tanda syukur.

Sebagai salah satu budaya asli masyarakat Riau, Batobo dinilai memiliki banyak nilai-nilai sosial yang bisa dikembangkan dalam kehidupan masyarakat, diantaranya adalah nilai kebersamaan, nilai kerjasama, tolong menolong dan senasib sepenanggungan. Meskipun saat ini telah berkembang kelompok batobo yang dibayar, sebagai generasi yang mengerti nilai budaya, sebaiknya masyarakat tau bahwa tradisi ini pada awalnya memiliki nilai sosial yang tinggi, sehingga kemudian layak diajukan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di tingkat nasional di bawah Kemdikbud. Dengan masuknya batobo kedalam daftar WBTB, maka akan semakin memungkinkan tradisi ini dibawa ke tingkat dunia.

Lihat artikel kami lainnya tentang Batobo : --> Batobo: Pantun Tradisi Ocu Kampar

Batobo Merayu (Sumber LamRiau) :
apo ta golek tabalintang
batang dilindi lindi kudo
bukannyo apo nan maghintang
golaknyo mani sakawuong gulo


[apa yang tergeletak melintang]
[batang dilindi lindi kuda]
[bukannya apa yang merintang]
[senyumnya manis sekarung gula]

duo tigo toko di Padang
sabuah toko tukang bosi
dua tigo bungo nan kombang
ado satangkai kan tompek ati


[dua tiga toko di Padang]
[sebuah toko tukang besi]
[dua tiga bunga nan kembang]
[ada setangkai kan tempat hari]

[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Tak Benda Riau ]