Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Joget Sonde Suku Akit Meranti - Warisan Budaya Tak Benda Riau


Mak Dian
Joged Sonde

Joget Sonde merupakan tari tradisi suku Akit Rangsang Pesisir Meranti yang telah disahkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Riau tahun 2016 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Joget Sonde Suku Akit Meranti Riau
Joget sonde merupakan salah satu tradisi tarian suku Akit yang tinggal di Desa Sonde Kecamatan Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti, Riau. Pada tahun 2016, Joget Sonde secara resmi telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Riau di tingkat nasional yang telah ditetapkan oleh Kemdikbud. Nama Sonde diambil dari nama desa tempat lahirnya tari daerah tersebut. Pada masa lalu, ada sebuah desa di daerah Rangsang Pesisir yang memiliki banyak sekali Pohon Sonde. Desa ini lalu dijadikan sebagai tempat masyarakat mengambil getah pohon tersebut. Karena begitu terkenalnya sonde di daerah tersebut hingga akhirnya desa itu diberi nama Sonde.

Tradisi Joget Sonde telah diperkenalkan sejak tahun 1960-an oleh masyarakat suku Akit. Akit biasa disebut juga dengan suku laut. Persebaran tarian ini mencakup wilayah Provinsi Riau seperti Meranti, Bengkalis, Siak maupun Dumai. Maestro Tradisi Joget Sonde adalah Cik Minah dari Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti.

Akit berasal dari kata ‘rakit’, menandakan kehidupan suku ini yang dahulunya tinggal di atas laut. Tinggal di atas rumah bernama akit atau rakit. Sebab itulah suku ini dinamakan suku akit. Namun seiring waktu, suku laut di daerah pesisir telah hidup seperti suku-suku lainnya yang tinggal di daratan. Mereka tinggal, menetap dan beraktivitas bersama suku-suku yang ada di daratan.
Joget Sonde sendiri dilakukan oleh para gadis-gadis Suku Akit. Bila sore hari tiba, para lelaki menabuh gendang, menandakan malam nanti akan digelar pertunjukan Joget Sonde. Para penari pun sibuk bersolek di atas rakit dengan bedak dan lipstik, menggunakan pakaian cantik lengkap dengan selendang. Lalu bila malam telah datang, mereka pun naik ke daratan untuk melakukan tarian. Berlenggak-lenggok di hadapan penonton dengan iringan tabuhan musik yang khas. Bukan sekedar berjoget, joget yang dilakukan cukup lama, hingga para lelaki bisa mencari pasangan-pasangan dari penari yang ada. Selendang ditautkan ke leher para lelaki, dan mereka terus berjoget hingga malam hari. Apabila malam telah larut, perempuan-perempuan dari suku laut itu kembali turun ke rakit.


Mak Dian
Joged Sonde

Bagi masyarakat suku akit, tradisi ini memiliki nilai hiburan dalam kehidupannya. Saat ini, tradisi ini bahkan telah diperkenalkan secara terbuka di berbagai daerah, hingga ke mancanegara. Keunikan dari joget ini adalah gerakan-gerakannya yang tak sama dengan tarian di Riau pada umumnya. Para peneliti mengungkapkan, gerakan yang dilakukan pada joget ini sangat berbeda dan unik, tidak seperti kebanyakan tarian yang ada di Riau. Tak heran jika tarian ini menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sebagai tradisi Suku Akit yang perlu dijaga kelestariannya.

Saat ini, Joget Sonde bisa kita saksikan di berbagai acara khalayak masyarakat tempatan. Acara seperti pernikahan, syukuran dan sejenisnya menggunakan pertunjukan seni tari. Bahkan berbagai even pariwisata di tingkat Provinsi Riau pun saat ini sangat sering menampilkan tarian sonde tersebut.

Pementasan Joget Sonde
Pementasan Joget Sonde telah dilakukan di banyak tempat dan kesempatan. Upaya ini juga seiring dengan pelestarian warisan budaya tak benda yang ada di Riau. Dalam berbagai ajang kompetisi tingkat lokal dan nasional, tradisi warisan ini mulai meraih berbagai penghargaan yang membanggakan. Pada Parade Tari Nusantara di Provinsi Bangka Belitung bulan Juli 2016, Joget Sonde berhasil menyisihkan 7 kelompok tari dari berbagai daerah. Sebagai salah satu tari daerah yang khas, joget ini dinilai memiliki ciri dan lokalitas yang sangat kuat, berbeda dari kebanyakan tari daerah lainnya.

Aditya Werdana, seorang koreografer lulusan Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) menyajikan penampilan yang unik pada tarian joget sonde. Penari yang dipilih adalah gadis suku asli di Sonde atau Sokop, memakai kain panjang atau rok terusan yang panjang dilengkapi dengan selendang. Penampilan pakaian yang sopan dan tidak seksi, dengan hiasan make-up agak tebal dengan minyak wangi. Demikian juga para lelakinya. Yang unik dari penyajiannya, dipilih perempuan yang berbedan gemuk sehingga membuat aksi panggung lebih unik dan menghibur.

Dalam gerakan tarinya, penambahan pola lantai gerak tarian dilakukan tanpa mengurangi gerakan asli dari tarian daerah Kepulauan Meranti tersebut. Diiringi dengan lagu Merpati Dua Sejoli dan Tanjung Kantung, membuat tarian rakyat ini menghibur penonton. Saat ini, upaya mempromosikan tarian joged sonde dilakukan banyak pegiat tari, guna memperkenalkan tarian unik asal Riau ini ke tingkat yang lebih luas lagi. Salah satu keunikan yang begitu khas dari tarian ini saat disaksikan adalah selain gendang dan tabuhan musiknya yang begitu merasuk, para penari dan pemusiknya pun seolah memiliki daya magis yang sangat memikat. Atas dasar ini pula, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini begitu giat mempromosikan Warisan Budaya Tak Benda Joget Sonde.

Pelestarian Seni Tari Joget Sonde
Menjadikan tarian sonde sebagai salah satu seni yang dipelajari di kurikulum pendidikan formal menjadi salah satu langkah pewarisan dan konservasi budaya tak benda. Baik dalam bentuk seni pertunjukan maupun bahan referensi bacaan di sekolah. Pemerintah juga perlu menampilan tarian-tarian daerah tersebut di berbagai ajang kegiatan resmi yang disaksikan masyarakat umum, bukan dari kalangan budayawan dan seniman saja, sehingga akan banyak orang yang tahu kekayaan dan kekhasan tari dari daerah di Riau. Selama ini keterbatasan kita dalam melakukan upaya konservasi seni dan budaya adalah, konsumsi dari kalangan yang terbatas. Yang tahu tentang seni atau budaya tertentu hanya dari kalangan buadayawan dan seniman saja, sementara masyarakat umum tidak. Menyebarkan informasi tentang seni tradisi ini menjadi tugas kita bersama.

Sumber foto : Sopandi Bathin Galang

[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Tak Benda Riau ]