Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nyanyi Panjang Pelalawan - Warisan Budaya Tak Benda Riau

Pebilang Nyanyian Panjang
Sumber : MelayuOnline.com dan Kemendikbud
Nyanyi Panjang Pelalawan merupakan Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Riau Tahun 2016
Mengenal Tradisi Nyanyi Panjang Pelalawan
Nyanyi Panjang Pelalawan merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat asli Pelalawan yakni Suku Petalangan yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh pemerintah. Mirip dengan tradisi Koba atau Bakoba yang ada di Rokan Hulu. Tradisi sastra lisan ini bercorak naratif (bercerita) yang ditunjukkan kepada khalayak ramai oleh seorang tukang nyanyi panjang atau yang lebih lazim disebut Pebilang Nyanyian Panjang. Penyampaian cerita melalui nyanyian ini seperti namanya, nyanyi yang panjang, yakni memakan waktu yang panjang atau lama. Kadang lebih dari satu malam dengan menggunakan nada-nada tertentu sesuai dengan jenis nyanyiannya. Cerita-cerita yang dikisahkan dalam nyanyi panjang merupakan buatan dari masyarakat Petalangan yang diturunkan secara lisan saja.

Bentuk cerita yang dikisahkan dalam Nyanyi Panjang merupakan bentuk prosa berirama, sering diulang dan struktur cerita mirip dengan hikayat melayu lainnya. Menurut Tenas Effendy, (1997), asal usul dari nyanyi panjang ini merupakan tradisi penamaan tempat dimana orang-orang Petalangan tinggal, atau yang disebut dengan hutan tanah wilayat atau tanah wilayat. Setiap suku memiliki tanah wilayah sendiri. Adapun untuk pemeliharaan, kepemilikan, pemanfaatan, diatur dengan cermat oleh aturan adat setempat. Cerita-cerita tentang tanah wilayah inilah yang kemudian dikembangkan menjadi tradisi lisan yang hingga saat ini masih bisa kita temukan dalam kehidupan masyarakat Petalangan di Pelalawan. Isi nyanyian panjang juga bercerita tentang keadaan hutan dan lingkungan tempat mereka para pesukuan dan pebatinan berada.

Makna tombo nyanyian panjang bagi masyarakat Petalangan bukan hanya sebagai rujukan untuk mengetahui dan mendalami asal-usul pesukuan dan hutan tanah adat yang menjadi wilayahnya. Nyanyian panjang juga berisikan makna dan pengetahuan tentang hukum adat, falsafah dan norma-norma sosial yang diwarisi secara turun temurun. Karena pada setiap Nyanyian Panjang dilengkapi dengan amanat, petuah dan nasihat serta pesan-pesan moral tentang nilai-nilai luhur budaya. Hal ini kadang sering disampaikan bahwa "dalam tombo banyak yang bersua". Bersua atau berjumpa dengan berbagai hal yang telah disampaikan diatas.

Pesukuan yang pernah memiliki Nyanyian Panjang
Daerah bekas Kerajaan Pelalawan tempat masyarakat Petalangan bermukim sekarang terdiri dari 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Kuras, Bunut, Langgam dan Kuala Kampar. Di daerah ini dahulunya terdapat pesukuan yang memiliki Nyanyian Panjang yaitu :
  1. Melayu
  2. Piliang
  3. Domo
  4. Pelabi
  5. Bangkak
  6. Medang
  7. Singo Bono
  8. Mandailing
  9. Payung
  10. Penyabungan
  11. Bintan
  12. Lubuk
  13. Pematan
  14. Sengerih

    Dalam penghitungan pesukuan bahwa Pesukuan Petalangan dalam Kerajaan Pelalawan adalah "Pesukuan Empat Belas" seperti tercantum di atas, sedangkan hutan tanah wilayahnya disebut "Batin Kurang Oso Tiga Puluah" atau Batin Kurang Satu Tiga Puluh dalam artian bahwa jumlah batinnya hanya 29 (duapuluh sembilan yang terdiri dari :
    1. Kerumutan
    2. Bunut
    3. Panduk
    4. Lalang
    5. Napuh
    6. Genduang
    7. Muncak Rantau
    8. Sungai Medang
    9. Pematan
    10. Sengerih
    11. Sialang Kawan (Monti Raja)
    12. Tanah Air
    13. Payung
    14. Putih
    15. Bedaguh
    16. Telayap
    17. Penarikan
    18. Delik
    19. Dayun
    20. Patih Jambuano
    21. Sibokol-bokol
    22. Kelabi
    23. Merbau
    24. Geringging
    25. Sungai Buluh
    26. Kiap
    27. Langlang Sikilat
    28. Raja Bilang Bungsu
    29. Gondai

    Hancurnya hutan dalam pesukuan dan pebatinan tersebut menjadikan Nyanyian Panjang tinggal kenangan yang hanya bisa dinyanyikan tanpa mengandung makna yang mendalam lagi. Hal ini disebabkan adanya hubungan erat antara Nyanyian Panjang dengan keberadaan hutan-hutan dan lingkungan sekitar yang diceritakan dalam tombo-tombo nyanyian panjang itu nyaris punah.

    Di dalam pelaksanaannya, pertunjukan Nyanyi Panjang didahului dengan menyanyikan pantun pembuka yang sering disebut dengan pantun bebalam. Berikut ini contoh dari lirik pantun bebalam model lagu Indang Padonai :
    Indai donai...
    Aaii..............
    Buah lakom di dalam somak
    Padi seumpun ditimpo bonto
    Salamualaikum kepado sanak
    Kami bepantun membukak ceito

    .............................
    Indang donai...
    Aaii.................
    Untuk apo mumasang pelito
    Untuk penoang uang di balai
    Untuk apo mungonang ceito
    Untuk pogangan uang nan amai
    .....dan seterusnya.


    Artinya :
    Indai donai...
    Aaii..............
    Buah lakom di dalam semak
    Padi serumpun ditimpo bento
    Assalamualaikum kepada sanak
    Kami berpantun membuka cerita

    .............................
    Indang donai...
    Aaii..............
    Untuk apa memasang pelita
    Untuk penerang orang di balai
    Untuk apa mengenang cerita
    Untuk pegangan orang yang ramai
    .....dan seterusnya.


    Jenis-Jenis Nyanyi Panjang Pelalawan
    Berdasarkan isi dari yang disampaikan, Nyanyi Panjang terdiri dari dua jenis, yakni sebagai berikut:

    1. Nyanyi Panjang Tombo
    Nyanyi panjang tombo merupakan nyanyi panjang yang berisi hukum, sejarah dan aturan adat masyarakat Petalangan, sehingga benar-benar dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Jenis Nyanyi Panjang ini juga dijadikan sebagai salah satu sumber adat masyarakat Petalangan. Orang yang menyanyikan jenis nyanyi tombo ini disebut dengan istilah pebilang tombo. Posisi orang ini sangat dihargai karena menyampaikan suatu hal yang menjadi hukum adat aturan masyarakat Petalangan. Nyanyian tombo ini merupakan bentuk prosa berirama baku yang tak boleh diubah-ubah. Sering juga berisi pusi kuno dan petuah moral.

    Menurut Tennas Effendy, ciri-ciri umum dari Nyanyi Panjang jenis ini diantaranya adalah:
    • Bahasanya terikat dengan pola yang sudah baku
    • Cerita yang disampaikan biasanya selalu panjang
    • Tak ada rincian tapal batas tanah wilayat secara jelas
    • Biasanya dilengkapi dengan tunjuk ajar, serta ungkapan-ungkapan baku yang sudah lazim.
    • Penyampaiannya berirama
    • Untuk menghafalnya relative sulit sebab ceritanya cukup panjang dengan cara penuturan yang juga sulit.

    2. Nyanyi Panjang Biasa
    Merupakan jenis Nyanyi Panjang yang sifatnya umum, untuk dan bisa dinikmati oleh semua suku. Ciri-ciri umum dari jenis Nyanyi Panjang tersebut sebagaimana disampaikan oleh Tennas Effendy diantaranya adalah, bahasa dituturkan secara bebas, cerita yang ditampilkan biasanya lebih singkat, mengandung rincian tapal batas tanah wilayat secara jelas, tidak dilengkapi dengan ungkapan-ungkapan baku dan tunjuk ajar yang lainnya. Cara penuturan biasa, dan untuk menghafalkannya pun relative lebih mudah karena tidak sulit dalam pengucapannya.

    Dalam penyampaian sebuah pertunjukan Nyanyi Panjang, ada beberapa hal yang sangat menentukan kualitas pertunjukan tersebut. Diantaranya adalah tukang nyanyi panjang, cerita yang diangkat, suasana pertunjukan serta penonton atau khalayak yang menyaksikan. Dari keempat unsur tersebut, tukang nyanyi panjang menjadi unsur yang paling menentukan untuk mengontrol jalannya pertunjukan. Sebab dia bukan hanya sebagai seorang tukang cerita namun juga sebagai penyanyi yang lebih sering disebut sebagai Pebilang, penggubah dan pencipta. Untuk musik di dalam Nyanyi Panjang Pelalawan tersebut kurang mendapat perhatian yang lebih. Bahkan pada masa dahulu para tukang cerita panjang hanya menyampaikan ceritanya dengan menggunakan gendang biasa. Orang-orang sudah cukup tertarik dan mendapatkan hiburan serta informasi dari cerita yang disampaikan si tukang nyanyi panjang.

    Pertunjukan Nyanyi Panjang Pelalawan ini lazim dipertontonkan pada acara-acara khalayak di kampung yang disampaikan oleh Pebilang, seperti pesta pernikahan, kelahiran anak dan acara-acara tradisi lainnya. kegiatannya digelar di malam hari. Biasanya kisaran selepas isya hingga pukul 4 dini hari waktu setempat. Si tukang Nyanyi Panjang biasanya diberi tempat khusus berupa tilam kecil, atau hanya tikar biasa. Sebelum tampil ke panggung, biasanya dia akan meminta izin lebih dulu kepada si pemilik hajat serta kepada khalayak dengan bahasa biasa. Setelah naik ke tempat nyanyi, maka mulailah ia melantunkan pantun bebalam, lalu setelah itu barulah masuk ke jalan cerita yang akan disampaikan. Lamanya pantun bebalam disampaikan tergantung pada si tukang nyanyi dan khalayak yang merespon penampilan si tukang Nyanyi Panjang.

    Bagaimana pertunjukkan berlangsung biasanya tergantung dari cerita yang disampaikan. Untuk membuat suasana hidup dan memberikan semangat pada tukang nyanyi panjang, pada saat-saat tertentu biasanya para penonton akan memberikan komentar-komentar kecil pada saat cerita masih berlangsung. Ini membuat suasana semakin riuh dan tentunya si tukang nyanyi panjang akan semakin bersemangat menyampaikan ceritanya.

    Seperti halnya Koba di daerah Rokan, Nyanyi Panjang ini juga membutuhkan jeda dalam penampilannya. Biasanya sekitar 15 hingga 30 menit lamanya. Untuk satu babak cerita, biasanya memakan waktu 20 hingga 45 menit. Hingga akhirnya cerita tamat. Jadi tak heran jika pertunjukan bisa sampai dini hari.

    Dalam sebuah cerita Nyanyi Panjang yang ditampilkan, biasanya mengandung beberapa hal berikut ini:
    1. Menjelaskan tentang asal-usul dari tokoh utamanya. Biasanya tokoh yang dipilih adalah nenek moyang dari suku Petalangan tersebut.
    2. Menjelaskan tentang asal usul hutan tanah wilayat, bagaimana si tokoh mendapatkan tanah wilayat, memanfaatkannya, nama asal tanah wilayat, hingga lokasi dari hutan tanah wilayat tersebut.
    3. Mengandung tunjuk ajar Melayu yang berisi tentang petuah-petuah pelajaran dari kehidupan masyarakat terkait.
    4. Hal-hal lain yang biasanya ditambahkan dalam cerita untuk membuat penampilan cerita lebih menarik adalah seperti misalnya cerita tentang kecantikan, ungkapan mengenai rimba, ketampanan pemuda, serta keadaan siang dan malam hari.
    5. Penutup dari Nyanyi Panjang biasanya berujung bahagia. Tokoh menjadi raja, sukses dan berhasil, menjadi orang besar, orang sakti dan sebagainya. Tokoh yang berhasil tersebut dianggap sebagai nenek moyang suku.

    Nyanyi Panjang merupakan warisan budaya masyarakat Petalangan, Pelalawan. Saat ini dengan ditetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda, tradisi ini diharapkan bisa lebih dijaga dengan baik.

    Nyanyian Panjang


    Referensi :
    MelayuOnline.com
    Kemendikbud
    Buku Bujang Tan Domang (Tenas Effendy 1997)

    [RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya Tak Benda Riau]