Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Randai Kuantan - Seni Budaya Orang Kuantan Singingi

Randai Kuantan - Seni Orang Kuantan Singingi ini telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Riau tahun 2016 yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Mengenal Randai Kuantan
Randai Kuantan merupakan seni teater rakyat asal Kuantan Singingi yang cukup terkenal hingga saat ini. Di tahun 2016, pertunjukan seni ini masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di tingkat nasional.

Randai dalam bahasa Kuantan Singingi juga sering dikaitkan dengan kata ‘berandai-andai’. Sebab dalam penampilan pertunjukan, seseorang sering tampil sebagai sosok di luar dari siapa dirinya. Seolah sedang berandai-andai menjadi diri orang lain.

Pertunjukan seni randai menampilkan cerita yang disajikan dalam bentuk kisahan (narasi), cakapan (dialog), musik (instrumen dan vokal), serta tarian joget. Randai dipenuhi suasana ceria, gembira dan suka cita. Para pemainnya dibatasi dengan lingkaran yang kemedian dileburkan dengan penonton pada saat berjoged bersama. Permainan Randai di Kuantan Singingi saat ini umumnya dimiliki oleh setiap kampung, dimana setiap kampung memiliki tim khusus. Anggotanya bisa mencapai 20 hingga 30 orang. Semua orang bisa bergabung menjadi anggota randai. Para anggota randai ini disebut anak randai, sementara untuk pimpinannya disebut induk randai. Induk randai adalah seorang yang memiliki kemampuan bercerita, mampu menjadi sutradara dan bisa melatih anak-anak randai. Ada juga sebutan ketua randai, yakni sebutan untuk pimpinan kelompok yang mengurusi ihwal administratif ke pihak luar, sebab induk randai khusus untuk mengelola internal kelompok.

Pada masa dahulu, kekuatan budaya Islam sangat kuat di tengah masyarakat Kuantan Singingi, sehingga para anak randai hanya dimainkan oleh laki-laki. Jika ada peran perempuan yang harus dimainkan, biasanya tokoh laki-laki lah yang memerankannya. Hal ini untuk melindungi martabat kaum perempuan sebab umumnya pertunjukan ini dilakukan pada malam hari.

www.mungkinblog.com

Pertunjukan Randai Kuantan bisa kita saksikan pada acara-acara khalayak seperti pesta pernikahan, khitan, syukuran, kelahiran anak dan sebagainya. Durasi pertunjukannya bisa memakan waktu 3 hingga 4 jam lamanya, tergantung pada alur cerita yang ditampilkan. Para anak randai menggunakan pakaian sesuai dengan perannya masing-masing. Di awal dulu soal pakaian ini tak begitu diperhatikan. Anak randai bisa memakai pakaian biasa. Namun saat ini bahkan setiap kelompok umumnya telah memiliki seragam untuk penampilan. Ada juga yang tetap disesuaikan dengan tokoh yang dimainkannya.

Joged menjadi unsur yang sangat penting dalam pertunjukan randai. Joged ini nantinya akan melambangkan kebersamaan, terutama setelah lingkaran yang dibuat oleh para pemain lebur dengan penonton. Dengan kekuatan randai, berandai-andai mampu menyatukan nilai-nilai kebersamaan dan unsur hiburan.

Sejarah Asal Usul Randai Kuantan
Randai mulai dikenal oleh masyarakat Batang/Sungai Kuantan (Indragiri) sejak tahun 1930-an. Tepatnya dibawa oleh para pedagang Minangkabau yang datang ke daerah tersebut, mereka memainkan pertunjukan randai dari daerahnya. Saat itu perdagangan getah/karet sedang mencapai puncak kejayaannya sehingga pada pedagang Minangkabau banyak yang berkunjung ke daerah tersebut. Salah satu penampilan randai yang disajikan oleh para pedagang Minangkabau pada saat itu adalah cerita Cindur Mato. Dalam perkembangannya, pertunjukan randai ini mulai dimainkan oleh warga setempat, hingga kemudian keseluruhan dilakukan oleh masyarakat Kuantan dengan menggunakan budaya tempatan sepenuhnya.

Pada masa itu, masyarakat setempat memiliki semangat yang kuat untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda, sehingga cerita-cerita randai terkadang berkisah tentang cerita para mata-mata Belanda. Seiring berkembangan waktu, cerita-cerita randai mulai mengangkat tema-tema kontekstual yang realitas, dipadukan dengan tarian joget dan suasana yang riang gembira.

Menurut UU.Hamidi (1986),kesamaan Randai Kuantan dengan Randai Minangkabau hanya meliputi tiga hal saja, yakni:
  1. Lingkaran pemain yang duduk berjongkok menyaksikan adegan-adegan di dalam lingkaran itu,
  2. Teriakan-teriakan hep-heptaaa di awal dan akhir suatu adegan sambil berdiri atau duduk,
  3. Serta dendang ”Palayaran” (sebuah lagu yang diiringi alat musik tunggal biola, bagai meratapi perjalanan atau derita yang dialami si tokoh cerita).

foto : Rhomi AB

Pada awal-awalnya tradisi ini dilakukan, setiap kelompok randai biasanya akan didampingi oleh tetua kampung yang menjaga semangat kebatinan magis para pemainnya. Seorang tetua kampung akan jongkok menyaksikan kelompoknya bertanding, sehingga ada semacam perang magis antar tetua kampung. Namun seiring dengan waktu, hal ini mulai diabaikan oleh masyarakat sehingga nilai pertunjukan yang dihadirkan semata-mata untuk memenuhi unsur hiburan.

Susunan Acara Penampilan Randai
  1. Pembukaan
    Para pemain berbaris dua-dua lalu memasuki arena, diiringi dengan musik lagu pembuka, misalnya, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu “tukang peluit” yang meniup peluitnya sesuai irama musik. Lalu mereka berjoget mengelilingi lokasi hingga membentuk lingkaran. Jika lagu telah selesai, tukang peluit meniup peluitnya sembari memberi kode telah selesai. Barisan randai yang ada lalu meneriakkan “hep heeep ta”, kemudian jongkok ataupun duduk dengan posisi melingkar.
  2. Sambutan
    Pemandu acara meminta induk randai dan tuan rumah yang memiliki hajatan untuk menyampaikan kata sambutan. Ia juga meminta ketua randai untuk menyampaikan petatah petitihnya. Kemudian, para anak randai berdiri dan berjoget mengelilingi arena, selanjutnya mereka duduk lagi.
  3. Bercerita
    Pemandu menyampai isi cerita yang akan dimainkan, lalu anak-anak randai pun berakting sesuai dengan alur cerita yang disampaikan. Setiap adegan diawali dengan cerita dari pemandu dan ditutup dengan tarian atau joged.
  4. Istirahat
    Setelah sekitar 2 jam, biasanya permainan diistirahatkan. Waktu istirahat ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joged oleh para bujang gadih (pemeran laki-laki atas peran perempuan) yang disaksikan para penonton.
  5. Penutup
    Pada saat penutupan, biasanya dinyanyikan lagu “Gelang Sipaku Gelang”. Para anak randai pun berjoged mengelilingi arena sembari berjalan ke luar.

Seiring dengan pelestarian budaya pacu jalur, Randai Kuantan ini juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Salah satu buktinya adalah pertunjukan ini sering ditampilkan pada even budaya nasional pacu jalur yang dilakukan setiap tahun. Randai menjadi pertunjukan tradisional yang sering disewa untuk kegiatan pesta atau hajatan-hajatan warganya. Para pemainnya pun diberi uang lelah sehingga mereka tetap mau menghidupkan tradisi pertunjukan Randai Kuantan. Salah satu cerita randai yang cukup terkenal adalah kisah Ali Baba dan Fatimah Kayo. Randai Kuantan pun mulai dibawa ke luar negeri untuk diperkenalkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asal Riau, Indonesia.

Maestro Randai Kuansing
Satu Maestro Randai yang tunak dengan pelestarian dan pengembangan budaya Randai ini adalah Fakhri Semekot yang menghargai dan mencintai seni tradisi, terlepas dari etnisitas. Beliau sangat menunjukkan nilai kepeloporan yang menjadi inspirasi monumental bagi masyarakat, serta berkontribusi pada konteks kemajuan bidang seni yang ditekuninya. Selain itu beliau memperlihatkan kepedulian pada kemajuan bidang seni yang ditekuni dan berkontribusi pada peningkatan apresiasi seni di masyarakat, serta memberi kontribusi positif bagi generasi muda dan masyarakat.

Foto : Rhomi AB




Randai Kuansing (Kuantan Singingi)


Foto dan teks :
Ary Rock Sandy
Lancang Kuning Art Festival II 2016
LamRiau
Sita Rohana
UU Hamidy
Rhomi AB
FB Fakhri Semekot

[RiauMagz | Wisata Riau]