Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Festival “Perahu Baganduang” (Menjopuik Limau) di Kuantan Singingi, Lubuk Jambi

Festival “Perahu Baganduang” (Menjopuik Limau) di Kuantan Singingi, Lubuk Jambi.
Oleh: Finie Lestari
Email: lestariifiniie11@gmail.com

RiauMagz.com - Masyarakat Kuantan Singingi mempunyai tradisi sosial dan budaya yang sangat kuat. Kebudayaan daerah sangatlah beragam karena ciri khas dari kebudayaan itu sendiri yang diwariskan secara turun temurun. Budaya kuno ini telah menjadi ritual yang terus dilakukan secara lintas generasi. Misalnya: tarian daerah, lagu daerah dan kesenian daerah lainnya yang diperoleh melalui pembelajaran. Oleh karena itu kreativitas, karsa dan karya manusia perlu dilestarikan secara turun temurun agar tidak hilang. Karena manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri, maka manusia tidak bisa lepas dari kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan tradisional suatu budaya tertentu mungkin menggunakan banyak tanda dan simbol sebagai media komunikasi, sehingga memerlukan pemaknaan yang mendalam terhadap tanda dan simbol tersebut. Secara tidak langsung, komunikasi nonverbal terjadi antara pengikut dan pendukung budaya tertentu. Perahu Baganduang (Bahasa Indonesia: Perahu Bergandeng) merupakan kebudayaan yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi. Menurut cerita rakyat yang banyak terdapat di daerah Kuantan Mudik, Perahu Baganduang sudah ada sejak zaman Kerajaan Kandis. Daerah Riau memiliki banyak budaya dan tradisi lokal mulai dari daerah terpencil hingga perkotaan, dimana melalui seni terdapat keterkaitan antara budaya dan tradisi, dan pengamalan budaya tradisional nampaknya lebih bermakna. Contoh kebudayaan Lubuk Jambi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau adalah “Tradisi Perahu Baganduang”.

Pada mulanya para raja menggunakan perahu Baganduang sebagai alat transportasi untuk menyeberangi sungai. Perkembangan zaman mengubah tradisi ini menjadi sebuah pertunjukan seni. Tradisi berlayar perahu Baganduang sudah ada sejak kerajaan dahulu kala. Para raja biasanya menggunakan perahu ini sebagai alat transportasi. Perahu Baganduang pertama kali diluncurkan sebagai festival pada tahun 1996.

Tradisi berperahu Baganduang berupa parade sampan tradisional yang dihias dengan berbagai ornamen dan warna menarik menjadi daya tarik budaya khas masyarakat Kuantan Mudik. Festival dekorasi sampan tradisional ini diadakan pada hari raya Idul Fitri. Perahu Baganduang artinya dua atau tiga perahu yang diikat atau diikat dengan bambu lalu dihiasi berbagai simbol adat yang berwarna-warni. Biasanya setiap desa di wilayah Kuantan Mudik mengirimkan perahu perwakilannya untuk menjadi juri pada festival ini.

Tradisi dayung Baganduang merupakan ajang perlombaan yang sangat ramai sekaligus merupakan ritual yang mencerminkan kehebatan tradisi Kuantan. Dibangun di atas perahu yang dihias dengan antusiasme masyarakat Kuantan, dekorasi perahu yang digunakan dalam festival ini, dan berbagai simbol tradisional berwarna-warni yang sering disebut oleh penduduk setempat sebagai "Grangrang". Rumah-rumah yang dibangun di atas kapal juga dihiasi dengan bendera dan benda-benda pusaka tradisional, menambah sentuhan istimewa dalam perayaan festival. Juri yang terdiri dari tokoh-tokoh adat dan Ninik Mamak akan menilai keindahan dan keutuhan warisan perahu peserta. Perahu peserta yang paling memenuhi kriteria keindahan dan tradisi akan dinyatakan sebagai pemenang.

Festival yang merupakan simbol tradisional masyarakat Kuantan ini memiliki sejarah yang panjang. Tradisi berlayar dengan kapal Baganduang konon sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu kala. Kapal ini biasanya digunakan oleh raja sebagai alat transportasi. Lambat laun, tradisi melintasi (menyeberang) dua atau tiga perahu yang di ganduang (gandeng) ini mulai dimanfaatkan oleh para menantu dengan mengantarkan air jeruk (jeruk nipis) ke rumah mertuanya sebagai bagian menyambut Idul Fitri.

Tradisi masyarakat Kuantan antara lain ritual mandi jeruk (mandi balimau) pada pagi hari Idul Fitri sebagai simbol penyucian diri. Kebiasaan menggunakan perahu telah dibudayakan dan dipelihara oleh masyarakat setempat dan kini diwujudkan melalui tradisi berperahu Baganduang. Fungsi Kapal Baganduan Masa Lalu Kapal Baganduang atau tugboat yang merupakan ciri khas kapal pulang pergi dari daerah Kuantan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tradisi Manjopuik Limau, merupakan tradisi di masyarakat Kuantan dimana para pemuda pulang ke rumah untuk menikahi wanita yang mereka sukai untuk dijadikan istri. Acara Manjopuik juga terkadang dijadikan sebagai sarana silaturahmi dengan jodoh hingga berlanjut ke jenjang pernikahan. Misalnya, ketika seorang pemuda membawa pulang kuncup dari pohon limau, dia mengikatkan sebuah cincin pada kain yang membungkus pohon limau itu.
  2. Tradisi Menjalang Ninik Mamak. Umumnya masyarakat Batang Kuantan mempunyai pemegang adat yang terdiri dari Datuk, pangulu maupun ninik mamak, yang masing-masing mempunyai wilayah kekuasaannya masing-masing. Untuk itu, para anak cucu kemenakan akan “menjalang” atau mengunjungi para datuk-datuknya.
  3. Tradisi Mengantar Konji. Tradisi Konji di wilayah Kuantan ini dilakukan setiap kali ada acara adat, yaitu acara gotong royong di wilayah tersebut. Konji merupakan makanan tradisional Kuantan berupa bubur yang terbuat dari tepung beras dan gula kelapa.

Sumber foto: Dok pribadi.