Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tradisi Ritual Bakar Tongkang Bagansiapiapi


Bakar Tongkang sebagai bentuk wujud syukur terhadap dewa Kie Ong Ya atau dewa laut

Tradisi Bakar Tongkang Bagansiapiapi merupakan sebuah ritual tahunan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa China di daerah Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Propinsi Riau. Di dalam bahasa Cina Hokkien, tradisi ini disebut dengan istilah Go Gek Cap Lak. Ritual ini merupakan salah satu tradisi di Riau yang telah terkenal hingga ke mancanegara dan telah masuk dalam kalender visit Indonesia. Upacara Bakar Tongkang Bagansiapiapi telah menarik para pengunjung mancanegara seperti dari Malaysia, Taiwan, Thailand, Singapura dan sebagainya.

Sejarah Awal Tradisi Bakar Tongkang Go Cap Lak Bagansiapiapi Riau


Sejarah tradisi tersebut diawali dari perjalanan sekelompok orang asal Tionghoa yang berasal dari Propinsi Fujian, Cina guna mencari penghidupan yang lebih baik. Sekelompok orang tersebut pergi merantau dan menyeberangi lautan dengan menggunakan kapal kayu yang masih sederhana. Di tengah laut, rombongan orang ini mengalami kebimbangan dan kehilangan arah. Mereka pun berdoa pada Dewa Kie Ong Ya yang ada di kapal agar diberi penunjuk arah daratan yang akan mereka tuju. Akhirnya, di tengah keheningan malam mereka melihat ada seberkas cahaya. Mereka pun mengikuti arah cahaya tersebut hingga sampailah mereka ke daerah daratan Selat Malaka. Mereka yang tergabung dalam rombongan tersebut terdiri dari 18 orang, dan semuanya memiliki marga Ang. Ke-18 orang Fujian China yang pertama mendarat di Bagansiapiapi tersebut adalah :
  1. Ang Nie Kie,
  2. Ang Nie Hiok,
  3. Ang Se Guan,
  4. Ang Se Pun,
  5. Ang Se Teng,
  6. Ang Se Shia,
  7. Ang Se Puan,
  8. Ang Se Tiau,
  9. Ang Se Po,
  10. Ang Se Nie Tjai,
  11. Ang Se Nie Tjua,
  12. Ang Un Guan,
  13. Ang Cie Tjua,
  14. Ang Bung Ping,
  15. Ang Un Siong,
  16. Ang Sie In,
  17. Ang Se Jian,
  18. Ang Tjie Tui.


Bertepatan pada penanggalan Imlek bulan kelima yakni tanggal 16, para perantau akhirnya berhasil menginjakkan kaki di daratan tersebut. Mereka menemukan lokasi yang sangat potensial untuk kehidupan. Mereka pun menyadari bahwa di sana terdapat banyak sekali ikan laut, dengan penuh rasa sukacita mereka pun berburu menangkap ikan untuk kebutuhan hidup. Dan mulailah mereka bertahan hidup di tanah perantauan tersebut. Selanjutnya sebagai bentuk ungkapan terimakasih mereka kepada Dewa laut Kie Ong Ya yang mereka anggap telah menunjuki jalan hidup kepada mereka, akhirnya dilakukanlah upacara membakar Tongkang tersebut sebagai sesajen kepada dewa laut.

Nama Bagansiapiapi sendiri konon diambil dari sejarah dilihatnya cahaya kunang-kunang yang banyak semacam api di tengah malam yang disaksikan oleh para 18 orang perantau China tersebut di tengah laut pada abad ke- 18 tersebut. Mereka pun menyebut daerah tersebut dengan sebutan Baganapi. Nama ini akhirnya diubah menjadi Bagansiapiapi.

Mereka yang telah menemukan kehidupan yang lebih baik di daerah Bagansiapiapi, akhirnya mengajak keluarga mereka dari Tionghoa untuk pindah dan bersama-sama mencari penghidupan di daerah baru tersebut. Hasil penangkapan ikan sangat melimpah dan diekspor ke luar negeri. Hingga kemudian menjadikan Indonesia khususnya daerah Bagansiapiapi sebagai negara terbesar pengekspor ikan laut ke dua di dunia setelah Norwegia. Perdagangan di selat Melaka semakin ramai hingga membuat Belanda melirik Bagansiapiapi sebagai salah satu basis kekuatan laut Belanda, yang kemudian oleh Belanda membangun pelabuhan yang di Bagansiapiapi, konon katanya pelabuhan tersebut adalah pelabuhan paling canggih saat itu di selat Melaka.

Go Cap Lak Bakar Tongkang


Sebagai cara untuk mengenang jasa para leluhur yang telah menemukan daerah Bagansiapiapi dan juga sebagai bentuk wujud syukur terhadap dewa Kie Ong Ya sebagai dewa laut kepercayaan masyarakat Tionghoa maka kini setiap tahunnya diadakanlah Ritual Bakar Tongkang atau yang biasa dikenal dengan sebutan Go Cap Lak. Go berarti bulan yang kelima dan Cap Lak berarti tanggal ke enambelas. Perayaan Go Cap Lak sendiri jatuh pada tanggal ke 16 bulan kelima lunar pada setiap tahunnya.

Pada masa kekuasaan Orde Baru, Upacara Ritual Bakar Tongkang Bagansiapiapi sempat dilarang selama puluhan tahun lamanya. Baru kemudian di era kekuasaan Orde Reformasi pada tahun 2000, tradisi ini dilakukan kembali. Saat ini tradisi Bakar Tongkang tersebut sudah cukup dikenal dan dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata bukan hanya di tingkat nasional namun juga tingkat internasional.


Bakar Tongkang dan Ombak Bono Sungai Kampar

Bakar Tongkang dan Ombang Bono Sungai Kampar kini menjadi agenda wisata tetap Provinsi Riau dan masuk dalam Kalender Wisata Nasional.

Sumber foto : www.lensawisata.com #ayokeriau